Di usia jabatan yang seumur jagung, Sri Mulyani mesti membereskan seabrek masalah keuangan negara. Penerimaan perpajakan, satu di antaranya, diperkirakan masih seret tahun ini sehingga minus Rp 219 triliun. Program pengampunan pajak pun digadang-gadang dapat menambal bolong tersebut.
Namun Menteri Keuangan itu harus mengakui tidaklah gampang mensukseskan kebijakan tax amnesty yang sempat ditargetkan dapat menghimpun tarif tebusan pajak Rp 165 triliun. Satu setengah bulan terakhir, para petugas pajak sampai kelimpungan menangani masyarakat yang hendak ikut amnesti pajak.
“Memang ini waktu yang sangat kritis. Kami akui tim pajak kewalahan,” kata Sri Mulyani di depan Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis 25 Agustus 2016. Padahal, petugas pajak buka kantor hingga Sabtu, memangkas libur akhir pekan mereka.
Ketika diterapkan, program pengampunan pajak memang tidak sesederhana yang dibayangkan publik, termasuk para petugasnya. Masalah teknis, mulai dari pengertian objek pajak yang bisa dimasukkan dalam program amnesti hingga cara berhitung dan mengikutinya, kerap menjadi kebingungan sebagian besar masyarakat.
Tak heran bila setiap kali Direktorat Jenderal Pajak, bahkan Menteri Keuangan atau Presiden Joko Widodo menggelar sosialisasi, selalu terjadi banjir pertanyaan. Kini, banyak orang pun bertanya-tanya melalui media.
“Klinik Amnesti Pajak”, rubrik yang dibuka Katadata, misalnya, tak pernah sepi dari pengirim surat elektronik. Banyak yang belum paham maksud dari kebijakan yang semula ditujukan untuk para konglomerat yang menyimpan hartanya di luar negeri itu. Sebagian mempertanyakan, tak sedikit pula yang mengeluhkan sisi keadilannya.
“Saya adalah seorang pebisnis online namun belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Saya ada tabungan hasil jerih payah selama enam tahun belakangan. Apa perlu ikut program tax amnesty?” demikian surel yang disampaikan Handy Rusydi. “Apa ada syarat minimal uang yang sudah saya peroleh untuk mengikuti tax amnesty ini?”
Bila Handy kebingungan untuk mengikuti pengampunan pajak, Rusdy Wen bahkan masih merasa belum jelas setelah bertemu petugas pajak. Menurutnya, nilai rumah yang dia laporkan di Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan sesuai NJOP. Ketika berkonsultasi dengan petugas di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), dia diharuskan menghitung sesuai dengan nilai rumah wajar pada 31 Desember 2015.
“Tetapi masalahnnya, selisih nilai rumah dari nilai NJOP dan nilai rumah wajar pada 31 Desember 2015 dianggap sebagai nilai tunai pada tax amnesty. Saya tidak memiliki uang tunai itu sedikit pun. Dan bagi saya, nilai itu sangat besar. Saya khawatir ini akan dianggap money laundry,” ujarnya.
Letupan-letupan pertanyaan seperti itulah yang kemudian memunculkan keresahan. Pengampunan pajak malah dirasa membebani masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Karenanya, pengamat pajak dari Center for Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengusulkan agar pemerintah memberikan perlakuan khusus bagi wajib pajak yang sudah patuh dan menengah-kecil.
Jangan sampai ada kesan tax amnesty memburu kelas menengah tapi tidak buat yang besar-besar,” katanya kepada Katadata, Rabu, pekan lalu.
Perlakuan khusus yang dimaksud adalah untuk wajib pajak yang belum melaporkan seluruh hartanya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan. Padahal, harta itu diperoleh dari penghasilan yang sudah kena pajak.
Dia mengusulkan wajib pajak seperti itu cukup melakukan pembetulan pajak dan difasilitasi dengan formulir tersendiri. Jadi, tidak perlu kena denda sesuai Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), apalagi mengikuti amnesti pajak sehingga harus membayar uang tebusan.
Sebab, pada dasarnya harta adalah akumulasi penghasilan yang telah dikenai pajak. Wajib pajak berkewajiban memasukkan seluruh harta yang diperolehnya dalam daftar isian harta di SPT Tahunan. Apabila lalai, wajib pajak dapat membetulkan SPT dengan memasukkan harta dan tidak perlu membayar pajak.
Karena itu, Prastowo meminta pemerintah memberikan klarifikasi terhadap sejumlah persoalan tersebut. Saat pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak, dia menyatakan pernah mengusulkan solusinya. “Agar tak ada kesan menyasar mereka yang relatif sudah patuh dan menengah kecil, harus ambil langkah-langkah moderat,” ujarnya.
Sementara itu, ekonom dari Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih meminta kebijaksanaan pemerintah untuk melindungi masyarakat menengah dan kecil. “Awalnya saya menangkap tax amnesty untuk meraup dana-dana dari luar negeri. Tapi berkembang jadi kesempatan meraup di dalam negeri,” ujarnya.
Lana menyoroti keresahan yang kini berkembang di masyarakat. Contohnya, para pensiunan yang harus membayar tebusan tax amnesty lantaran belum memasukkan seluruh hartanya dalam SPT. Padahal, bisa jadi hartanya bukanlah harta produktif, melainkan hanya rumah yang ditinggali dan sudah dibayarkan pajak bumi dan bangunannya (PBB).
Sebagai salah satu solusi atas karut-marut program ini, dia menyarankan pemerintah menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk memperpanjang program tax amnesty sehingga bisa disosialisasikan lebih baik. “Perlu dipikirkan juga, apakah tarifnya tepat untuk masyarakat dalam negeri, dua persen itu kemahalan,” kata Lana.
Dia pun mengusulkan periode pertama amnesti pajak diperpanjang hingga Maret tahun depan karena masyarakat membutuhkan penjelasan perpajakan yang baik. Selain itu, masyarakat dapat mempersiapkan uang untuk membayar tebusan.
Seperti diketahui, program tax amnesty terbagi atas tiga triwulan yaitu Juli - September 2016, Oktober - Desember 2016, dan Januari - Maret 2017. Tarif tebusan dipatok berbeda sesuai periode. Khusus repatriasi dan deklarasi dalam negeri, pada periode pertama sebesar dua persen dari harta bersih yang diungkap. Kemudian tarifnya naik menjadi tiga persen pada periode kedua, dan pada periode terakhir sebesar lima persen.
Bila Lana mengusulkan pembentukan Perpu, PP Muhammadiyah malah menyatakan tidak setuju dengan Undang-Undang Pengampunan Pajak. Mereka berencana mengajukan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas, sebagaimana dikutip detik.com, mengatakan situasi pelaksanaan amnesti pajak saat ini malah menjadi blunder. “Tapi blunder itu kita harus ikut mencari solusi. Jika akhirnya kita mengajukan judicial review, itu komitmen Muhammadiyah untuk mengatasi blunder,” ujarnya, Minggu, 28 Agustus 2016.
Menurut Busyro, karakter tax amnesty yang diterapkan saat ini tidak jelas, sasarannya pun tak tepat. “Nyasar-nyasar ke masyarakat yang tidak pernah punya masalah dan berurusan sebagaimana yang dialami kelompok yang sangat kecil jumlahnya,” kata Busyro.
Ketika Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak masih dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat, Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan ketika itu, memang berkali-kali menyatakan bahwa tujuan utama tax amnesty adalah repatriasi, menarik dana dari luar negeri yang diperkirakan mencapai ribuan triliun rupiah. Dana itu diharapkan dapat menggerakkan roda ekonomi.
Target kedua yakni memperluas basis pajak. Dengan melaporkan harta yang selama ini “disembunyikan” secara otomatis akan memunculkan wajib pajak baru. Tujuan terkahir adalah menambah pemasukan negara melalui tarif tebusan. Posisi ini yang kemudian dinilai terbalik sehingga mengganggu masyarakat. Kini, keresahan itu ditandai dengan ramainya seruan menolak membayar pajak di media sosial yang ditandai melalui tagar #stopbayarpajak.
Atas keruwetan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa pangkal awalnya pada reformasi di bidang perpajakan, yang semestinya dilakukan terlebih dahulu sebelum masuk kepada pengampunan pajak. Hal ini yang kemudian terlihat kesan bahwa tax amnesty dilakukan terlalu cepat.
Karenanya, yang bisa dilakukan adalah tetap bekerja keras mencapai target dan di sisi lain tetap melakukan reformasi sistem perpajakan. “Pemikiran kami, reformasi perpajakan didahulukan baru tax amnesty, tapi sudah terjadi,” kata Sri.
Pelaksanaan kilat itu pula yang membuat pegawai pajak kewalahan dalam mengimplementasikannya. Sebab, kata Sri Mulyani, jeda dari penerbitan hingga pelaksanaan undang-undang terlalu mepet sehingga waktu pegawai pajak untuk memahami payung hukumnya begitu singkat.
Menurut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, pegawai pajak seperti mendapat dua tugas tambahan: harus memahami Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak dan beberapa petunjuk teknis berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Karena itu, dalam waktu dekat dia akan bertemu dengan beberapa Kepala Kantor Wilayah Pajak Besar untuk menanyakan apakah tetap berkomitmen untuk mengejar target pajak dari kebijakan tersebut. “Ini tugas yang sangat menantang. Saya tidak bilang ini mudah,” katanya.
Sumber : katadata.co.id (29 Agustus 206)
Foto : katadata.co.id
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PPP, Arsul Sani menegaskan jika UU Tax Amnesty atau pengampunan pajak tidak mengampuni koruptor, kejahatan illegal logging, dan sebagainya.selengkapnya
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali mempermudah beberapa aturan terkait program pengampunan pajak (tax amnesty). Hal ini merupakan respon dari dinamika yang berkembang di masyarakat.selengkapnya
Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 11/PJ/2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak. Beleid ini diterbitkan salah satunya untuk menjawab keresahan masyarakat kecil atas kebijakan amnesti pajak.selengkapnya
Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty atau pengampunan pajak saat ini masih dibahas oleh Kementerian Keuangan bersama Komisi XI DPR RI. Pembahasan RUU ini telah berada pada tahap Panitia Kerja (Panja) yang rencananya akan segera dibahas pada masa persidangan V tahun sidang 2015-2016.selengkapnya
Dalam UU Pengampunan Pajak, bagi Wajib Pajak (WP) yang mengikuti program tax amnesty tidak akan diusut total aset kekayaannya. Tujuan utamanya agar aturan yang diputuskan oleh DPR dan pemerintah menarik dan banyak peminatnya.selengkapnya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah terus menggenjot penerimaan pajak. Cuma masalahnya, kata Sri Mulyani, yang bayar pajak sedikit, dan yang menghindar banyak.selengkapnya
Pasangan suami-istri bisa memilih menjadi satu kesatuan dalam kewajiban pajak atau sebagai satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Bila sebelumnya istri sudah memiliki NPWP, maka harus dihapuskan dan dialihkan ke suami. Bagaimana caranya?selengkapnya
Selain lolos dari sanksi pidana pajak, Wajib Pajak (WP) peserta Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) akan diberikan fasilitas pembebasan pajak penghasilan (PPh) oleh pemerintah. Insentif ini dapat diperoleh jika pemohon melakukan balik nama atas harta berupa saham dan harta tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan.selengkapnya
Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak hingga saat ini masih tergolong rendah. Tercatat, hingga saat ini tax ratio Indonesia hanya mencapai kurang 12 persen, lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.selengkapnya
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi menegaskan, program pengampunan pajak (tax amnesty) bukan merupakan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak (WP). WP berhak untuk memilih pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) dengan aturan main yang berbeda, salah satunya mengenai pengusutan nilai wajar harta.selengkapnya
Anda adalah pasangan suami istri yang bekerja sebagai karyawan dan ingin melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi? Ada cara mudah yang bisa Anda lakukan. Saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (30/3/2016), Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanah Abang Dua, Dwi Astuti memberikan langkahnya. Jika status Anda dan suami atau istriselengkapnya
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menargetkan sebanyak 69 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) dapat terintegrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajik (NPWP). Simak cara validasi NIK jadi NPWP jelang pelaporan SPT Tahunan.Hingga 8 Januari 2023, DJP mencatat baru 53 juta NIK atau 76,8 persen dari total target yang baru terintegrasi. Melalui integrasi, nantinya pelayanan dapat lebihselengkapnya
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menghimbau agar wajib pajak melakukan validasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebelum pelaporan SPT Tahunan 2022. Hal ini sejalan dengan sudah mulai diterapkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022. Dalam PMK yang menjadi aturan turunan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 danselengkapnya
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, insentif fiskal yang diberikan tahun 2022 lalu bakal berlanjut di tahun 2023. Stimulus fiskal itu di antaranya insentif pajak penjualan barang mewah ditanggung pemerintah ( PpnBM DTP) untuk sektor otomotif maupun insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti.selengkapnya
Setoran pajak korporasi dalam beberapa tahun ke belakang menjadi tumpuan penerimaan pajak penghasilan (PPh). Seiring pemulihan ekonomi, otoritas pajak mulai mencari sektor usaha yang berpotensi memberikan sumbangsih besar di tahun depan.selengkapnya
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah akan mengurangi insentif pajak secara bertahap seiring dengan perbaikan dan pemulihan ekonomi nasional.selengkapnya
Isu perubahan iklim tak bisa diremehkan oleh siapapun. Pemerintah pun mulai menerapkan pajak karbon pada tahun depan. Para pelaku industri perlu mencermati dampak pengenaan pajak tersebut.selengkapnya
Pemerintah telah mengusulkan pengenaan pajak karbon kepada Panita Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) Komisi XI DPR.selengkapnya
Penerimaan perpajakan 2022 ditargetkan sebesar Rp1.510 triliun dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2022. Nilai ini naik Rp3,1 triliun dari penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2022 yang sebelumnya dibacakan Presiden Jokowi sebelumnya dalam Pidato Kenegaraan pada 16 Agustus 2021.selengkapnya
Masyarakat jangan kaget bahwa tahun depan akan ada rencana pengenaan cukai plastik, alat makan dan minum sekali makan, serta cukai minuman manis dalam kemasan pada tahun 2022.selengkapnya
Ada wacana cukai plastik, alat makan dan minum sekali makan, serta cukai minuman manis dalam kemasan akan diterapkan pada 2022. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah saat Rapat Panja Banggar DPR RI bersama pemerintah, Kamis 9 September 2021.selengkapnya