Kementerian Keuangan RI baru saja merilis siaran pers tentang realisasi APBN 2015. Secara umum pencapaian ini cukup bagus di tengah situasi ekonomi yang sedang melambat. Khusus penerimaan perpajakan, Pemerintah berhasil menarik pajak sebesar Rp 1.055 trilyun (netto), dan bea dan cukai Rp 181 T (netto). Sehingga realisasi penerimaan perpajakan (termasuk bea cukai) adalah 83% dan pajak 81,5%.
Terkait hal tersebut kami menyampaikan poin-poin pernyataan sebagai berikut.
1. Kami mengapresiasi kinerja Kementerian Keuangan dan jajarannya: Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai, dan Badan Kebijakan Fiskal, karena di tengah situasi perekonomian yang kurang baik dan keterbatasan kapasitas, masih dapat mencapai penerimaan yang cukup tinggi dan sekaligus menjaga defisit APBN 2015.
2. Apresiasi juga disampaikan kepada masyarakat wajib pajak yang menunjukkan peningkatan kesadaran dan kepatuhan sebagai modal penting keberhasilan sistem perpajakan Indonesia. Para pemangku kepentingan seperti masyarakat sipil, konsultan pajak, akuntan publik, akademisi, dan praktisi perpajakan juga layak diapresiasi atas kontribusinya.
3. Meski pencapaian ini sudah optimal sebagai buah kerja keras, Pemerintah sebaiknya tak berpuas diri dan segera mengidentifikasi kelemahan dan kekurangan selama 2015, agar kinerja 2016 lebih baik. Situasi krisis harus dengan cerdas dimanfaatkan sebagai momentum perbaikan arsitektur fiskal yang menyeluruh, guna mendukung kesinambungan fiskal.
4. Revisi target penerimaan perpajakan 2016 harus segera dilakukan memperhatikan realisasi 2015. Kami menyarankan target penerimaan pajak direvisi dari Rp 1.368 T menjadi Rp 1.260 T, sudah termasuk potensi tambahan dari pengampunan pajak. Dan target penerimaan cukai diturunkan dari Rp 145 trilyun menjadi Rp 135 trilyun, serta ekstenfisikasi objek cukai. Hal ini penting untuk memberi ruang pemulihan ekonomi, menjaga iklim investasi, dan kesempatan yang jernih bagi reformasi sistem perpajakan.
5. Belajar dari pengalaman 2015, Presiden sebaiknya segera membentuk Unit Khusus Kepresidenan yang bertugas mengawal proses reformasi perpajakan dengan tugas utama melakukan breakthrough (terobosan), debottlenecking (buka sumbat), dan harmonisasi yang sifatnya lintas sektor dan institusi. Menyerahkan hal ini kepada Menteri Keuangan, Dirjen Pajak, dan Dirjen Bea Cukai akan menambah beban berat yang mengganggu kinerja. Unit Khusus ini juga bertugas mempercepat pemberlakuan Single Identification Number (SIN) dan keterbukaan data perbankan sesuai standar OECD.
6. Memulai Tahun 2016 dengan menerapkan kebijakan dan strategi 3F: feasible, focus, dan firm. Kebijakan yang berkepastian hukum, berkeadilan, akuntabel, dan transparan, dan strategi pemungutan pajak yang menghormati hak-hak wajib pajak dan mencerminkan prinsip-prinsip pemungutan pajak yang baik, antara lain berciri 3C: clarity, certainty, dan consistency.
7. Fokus pada penggalian potensi kelompok berpenghasilan tinggi yang selama ini tingkat kepatuhan pajaknya masih rendah. Presiden harus segera memperkuat koordinasi antara Ditjen Pajak, PPATK, dan OJK, dan Pemerintah dapat menerapkan strategi withholding (pemungutan) agar menjamin cashflow pemerintah. Sebagai bentuk akuntabilitas, jika ada praktik pemungutan pajak yang instan dan berpotensi mendistorsi perekonomian dan menciptakan ketidakadilan harus ditiadakan.
8. Revisi UU Perpajakan segera diselesaikan, terutama UU KUP harus membangun sistem perpajakan yang baru berdasarkan prinsip keadilan, kepastian hukum, penghormatan hak wajib pajak, partisipasi, dan prioritas pada penerimaan negara. UU PPh juga direvisi dengan menekankan prinsip ability to pay, progresivitas tarif, perluasan objek pajak, kejelasan biaya fiskal, penguatan aturan anti-penghindaran pajak, dan formulasi insentif pajak yang tepat.
9. Transformasi Kelembagaan dengan menjadikan Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai institusi semi otonom di bawah Presiden dan tetap berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan RI. Transformasi ini menjadi momentum membangun institusi perpajakan yang kredibel, profesional, dan berintegritas sehingga menumbuhkan kepercayaan publik yang tinggi dan mendukung kesinambungan fiskal dalam jangka panjang.
10. Presiden meninjau Perpres 37/2015 yang memotong insentif pegawai pajak sebesar 20% karena realisasi 2015 sebesar 81,5%. Meski ini konsekuensi dari aturan, alangkah bijaksananya jika Presiden dan Menkeu merumuskan kembali skema insentif yang lebih fair dengan mempertimbangkan tidak realistisnya target pajak, keterbatasan kapasitas, dan kendala administrasi. Selain menghindari demotivasi pegawai pajak yang berpotensi merugikan, momentum ini dapat dimanfaatkan untuk menaikkan insentif pegawai Ditjen Bea Cukai, BKF, Pengadilan Pajak, dan Komwas Perpajakan dengan menerapkan kriteria dan indikator kinerja yang lebih baik.
11. Menyempurnakan konsep pengampunan pajak yang akan diterapkan, dengan memperjelas skema repatriasi, meninjau tarif tebusan yang terlalu rendah, memberikan tarif khusus untuk pelaku UKM, memperkuat sistem akuntabilitas, dan manajemen data yang baik. Pemerintah juga harus mengantisipasi dampak pengampunan pajak di tahun 2017 berupa penurunan potensi pajak secara signifikan.
Demikian siaran pers ini disampaikan sebagai apresiasi sekaligus catatan perbaikan, agar kita dapat melanjutkan reformasi fiskal demi pembangunan yang berkeadilan dan menciptakan kesejahteraan rakyat. Semoga kita dapat bersyukur atas pencapaian sekaligus membangun kesadaran untuk melakukan perubahan dan perbaikan yang lebih signifikan.
Atas perhatian dan kerjasama yang baik semua pihak, dihaturkan terima kasih.
Jakarta, 3 Januari 2016
Salam hormat
Yustinus Prastowo
Executive Director of CITA
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabeanselengkapnya
Kami informasikan perubahan aturan terkait dengan terbitnya aturan PMK -90/PMK.03/2015selengkapnya
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKANselengkapnya
Kode Jenis Setoran Akun Pajak 411128 Untuk Jenis Pajak PPh Finalselengkapnya
Kode Jenis Setoran Akun Pajak 411211 Untuk Jenis Pajak PPN Dalam Negeriselengkapnya
Kode Jenis Setoran Akun Pajak 411126 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 25/29 Badanselengkapnya
Kode Jenis Setoran Akun Pajak 411124 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 23selengkapnya
Login ke alamat resmi djponline.pajak.go.id, login sesuai NPWP dan Password yang sudah terdaftar pada laman DJP Online dan masukkan captcha yang tertera pada layar utama login. Setelah berhasil login laman akan menampilkan menu Utama, kemudian pilih menu Layanan. Setelah masuk menu Layanan, laman akan menampilkan sub menu dari menu Layanan kemudian pilih eReporting Insentif Covid-19. - Padaselengkapnya
Kementrian Keuangan resmi menanggung PPh Final UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dengan patokan 0.5% dari peredaran bruto. Para pelaku UMKM di seluruh Indonesia mendapat fasilitas pajak PPh Final DTP (Ditanggung Pemerintah). PPh Final DTP tersebut diberikan untuk masa pajak April 2020 sampai dengan masa pajak September 2020.selengkapnya
Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan Wajib Pajak Badanselengkapnya
Saat ini, keberadaan internet menjadi salah satu hal penting untuk menunjang kegiatan perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari maraknya kegiatan perdagangan atau jual beli melalui internet atau online yang biasa disebut e-Commerce.selengkapnya
TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN, PENERIMAAN, DAN PENGOLAHAN SURAT PEMBERITAHUANselengkapnya
TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI PERDAGANGAN MELALUI SISTEM ELEKTRONIK (E-COMMERCE)selengkapnya
Mulai masa pajak Juli 2018 ini, Wajib Pajak UMKM sudah dapat menerapkan tarif pajak yang baru yaitu 0,5% (sebelumnya 1%) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.selengkapnya
Langkah-langkah yang harus dilakukan jika lupa EFIN untuk mengisi SPT Tahunanselengkapnya
Kami informasikan perubahan aturan terkait dengan terbitnya aturan NOMOR S - 421/PJ.03/2018selengkapnya