PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73/PMK.03/2017

Selasa 13 Jun 2017 10:08Ridha Anantidibaca 1749 kaliAturan Pajak Lainnya

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 73/PMK.03/2017

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 70/PMK.03/2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS MENGENAI AKSES
INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN


UPDATE ATURAN INI : KLIK DISINI



DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa ketentuan mengenai petunjuk teknis akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan;
  2. bahwa dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi makro, mendorong pertumbuhan ekonomi, lebih memberikan rasa keadilan, menunjukkan keberpihakan kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, dan untuk lebih memberikan kemudahan administratif kepada Lembaga Jasa Keuangan, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dan Entitas Lain dalam menyampaikan laporan informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, serta untuk lebih memperjelas batasan saldo bagi Rekening Keuangan Lama milik entitas yang dikecualikan untuk dilaporkan dalam pelaksanaan Perjanjian Internasional, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai petunjuk teknis akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan;

Mengingat :

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 771);


MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.03/2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS MENGENAI AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN.


Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 771), diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 6 diubah dengan menambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (9), sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6

(1) Lembaga keuangan pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan lembaga keuangan nonpelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak:
  1. secara langsung;
  2. secara elektronik melalui sistem administrasi yang terintegrasi dengan sistem di Direktorat Jenderal Pajak; atau
  3. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau perusahaan jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat.
(2) Terhadap lembaga keuangan pelapor dan lembaga keuangan non pelapor yang mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diberikan tanda terima pendaftaran.
(3) Lembaga keuangan pelapor yang mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan daftar jenis Rekening Keuangan yang dikecualikan.
(4) Jenis Rekening Keuangan yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan Rekening Keuangan yang memenuhi kriteria tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Batas waktu pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi:
  1. lembaga keuangan pelapor, paling lama akhir bulan kedua tahun kalender berikutnya setelah tahun pada saat dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
  2. lembaga keuangan nonpelapor, paling lama akhir bulan kedua tahun kalender berikutnya setelah tahun pada saat dipenuhinya kriteria sebagai lembaga keuangan nonpelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
(6) Pendaftaran sebagai lembaga keuangan pelapor dan lembaga keuangan nonpelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. ditandatangani oleh pimpinan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain atau kuasa khusus yang ditunjuk oleh pimpinanLJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain; dan
  2. menggunakan formulir pendaftaran sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran I Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(7) Dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan:
  1. kewajiban pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi; atau
  2. LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain yang mendaftarkan diri sebagai lembaga keuangan nonpelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) namun memenuhi kriteria sebagai lembaga keuangan pelapor,
Direktur Jenderal Pajak secara jabatan dapat menetapkan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain sebagai lembaga keuangan pelapor atau lembaga keuangan non pelapor.
(8) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) bagi lembaga keuangan pelapor tidak menunda kewajiban pelaporan informasi keuangan dan pelaksanaan prosedur identifikasi Rekening Keuangan.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran diri bagi lembaga keuangan pelapor dan lembaga keuangan nonpelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
   
2. Ketentuan ayat (5) Pasal 7 diubah, sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 7

(1) Lembaga keuangan pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) wajib menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan untuk setiap rekening keuangan yang wajib dilaporkan kepada:
  1. Direktorat Jenderal Pajak melalui Otoritas Jasa Keuangan, bagi LJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a; dan
  2. Direktorat Jenderal Pajak, bagi LJK Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b atau Entitas Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c.
(2) Rekening Keuangan yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Rekening Keuangan yang dimiliki oleh:
  1. satu atau lebih orang pribadi dan/atau entitas yang wajib dilaporkan; atau
  2. entitas nonkeuangan pasif, dalam hal satu atau lebih pengendali entitas dimaksud merupakan orang pribadi yang wajib dilaporkan.
(3) Orang pribadi yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan orang pribadi yang Negara Domisilinya adalah Yurisdiksi Tujuan Pelaporan.
(4) Entitas yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan entitas yang Negara Domisilinya adalah Yurisdiksi Tujuan Pelaporan, kecuali:
  1. perusahaan yang sahamnya diperdagangkan secara teratur di satu atau lebih bursa efek, beserta entitas afiliasinya;
  2. entitas pemerintah;
  3. organisasi internasional;
  4. bank sentral; atau
  5. lembaga keuangan,
yang cakupannya tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Dikecualikan dari Rekening Keuangan yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah satu Rekening Keuangan Lama atau lebih yang dimiliki oleh satu entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang agregat saldo atau nilai Rekening Keuangannya tidak melebihi USD250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Dolar Amerika Serikat) pada tanggal 30 Juni 2017, 31 Desember 2017, dan 31 Desember setiap tahun kalender berikutnya.
(6) Entitas nonkeuangan pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan:
  1. entitas yang bukan merupakan entitas non keuangan aktif tercantum dalam Lampiran I Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau
  2. Entitas Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 14 huruf b yang Negara Domisilinya bukan merupakan Yurisdiksi Partisipan.
(7) Entitas Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b merupakan entitas yang sebagian besar penghasilan brutonya berasal dari kegiatan investasi, reinvestasi, atau perdagangan aset keuangan, dan dikelola oleh entitas lain yang merupakan Lembaga Simpanan, Lembaga Kustodian, Perusahaan Asuransi Tertentu, atau Entitas Investasi.
(8)  Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
  1. untuk pertama kali pada tahun 2018, yang berisi informasi keuangan yang tercatat sampai dengan tanggal 31 Desember 2017; dan
  2. untuk setelah tahun 2018, yang berisi informasi keuangan yang tercatat sampai dengan tanggal 31 Desember tahun sebelumnya.
(9) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
  1. identitas Pemegang Rekening Keuangan;
  2. nomor Rekening Keuangan;
  3. identitas lembaga keuangan pelapor;
  4. saldo atau nilai Rekening Keuangan; dan
  5. penghasilan yang terkait dengan Rekening Keuangan,
yang cakupannya tercantum dalam Lampiran I Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(10) Dalam hal tidak terdapat Rekening Keuangan yang wajib dilaporkan dalam satu tahun kalender, lembaga keuangan pelapor tetap wajib menyampaikan laporan nihil sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1).
   
3. Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Pasal 15 diubah, di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a), di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3a), dan ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (5), sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15

(1) Untuk pelaksanaan Pertukaran Informasi berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Direktur Jenderal Pajak atau Direktur Perpajakan Internasional atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat meminta informasi dan/atau bukti atau keterangan kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain, baik kantor pusat, kantor cabang, maupun unit yang mengelola informasi dan/atau bukti atau keterangan dimaksud.
(2) Permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik atau tertulis, paling sedikit memuat:
  1. informasi dan/atau bukti atau keterangan yang diminta;
  2. format dan bentuk pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan yang diminta; dan
  3. alasan dilakukannya permintaan tersebut,
dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran I Huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2a) Permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani secara biasa atau tanda tangan elektronik oleh pihak yang melakukan permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.
(3) LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain wajib memberikan informasi dan/atau bukti atau keterangan berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara elektronik atau secara langsung paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan tersebut.
(3a) Terhadap pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan secara elektronik atau secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain diberikan bukti penerimaan.
(4) Apabila batas waktu pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertepatan dengan hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum, atau cuti bersama secara nasional, pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
   
4. Ketentuan Pasal 18 diubah dengan menambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (7), sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 18

(1) Untuk penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak:
  1. secara langsung;
  2. secara elektronik melalui sistem administrasi yang terintegrasi dengan sistem di Direktorat Jenderal Pajak; atau
  3. melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau perusahaan jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat.
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama akhir bulan kedua setelah tahun kalender pelaporan informasi keuangan pertama kali berakhir.
(3) Terhadap LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain yang mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diberikan tanda terima pendaftaran.
(4) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
  1. ditandatangani oleh pimpinan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain atau kuasa khusus yang ditunjuk oleh pimpinan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain; dan
  2. menggunakan formulir pendaftaran sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran I Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan kewajiban pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, Direktur Jenderal Pajak secara jabatan dapat menetapkan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain sebagai pihak yang wajib menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
(6) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tidak menunda kewajiban penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran diri bagi LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
   
5. Ketentuan ayat (4) Pasal 19 diubah, sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 19

(1) Laporan informasi keuangan yang wajib disampaikan oleh LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dalam satu tahun kelender, paling sedikit memuat:
  1. identitas Pemegang Rekening Keuangan;
  2. nomor Rekening Keuangan;
  3. identitas LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain;
  4. saldo atau nilai Rekening Keuangan; dan
  5. penghasilan yang terkait dengan Rekening Keuangan.
(2) Rekening Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Rekening Keuangan yang dimiliki oleh:
  1. orang pribadi warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia;
  2. orang pribadi warga negara asing yang bertempat tinggal di Indonesia, selain yang telah disampaikan dalam rangka penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan dalam rangka pelaksanaan perjanjian internasional; atau
  3. entitas yang berkedudukan di Indonesia.
(3) Saldo atau nilai Rekening Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan agregat saldo atau nilai dari satu Rekening Keuangan atau lebih yang dimiliki oleh satu Pemegang Rekening Keuangan dalam suatu LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain per 31 Desember pada tahun kalender pelaporan.
(4) Saldo atau nilai Rekening Keuangan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. untuk LJK pada sektor perbankan merupakan:
    1. Rekening Keuangan yang dimiliki orang pribadi, saldo atau nilai dari satu Rekening Keuangan atau lebih dengan jumlah paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara; atau
    2. Rekening Keuangan yang dimiliki entitas, tidak terdapat batasan saldo atau nilai Rekening Keuangan.
  2. untuk LJK pada sektor perasuransian merupakan Rekening Keuangan yang dimiliki orang pribadi atau entitas dengan tidak terdapat batasan saldo atau nilai Rekening Keuangan, namun terbatas untuk polis asuransi dengan nilai pertanggungan paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara.
  3. untuk Entitas Lain pada sektor perkoperasian merupakan Rekening Keuangan yang dimiliki orang pribadi atau entitas dengan nilai saldo paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara.
  4. untuk LJK pada sektor pasar modal serta Entitas Lain pada sektor perdagangan berjangka komoditi merupakan Rekening Keuangan yang dimiliki orang pribadi atau entitas dengan tidak terdapat batasan saldo atau nilai Rekening Keuangan.
(5) Dalam hal tidak terdapat Rekening Keuangan yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam satu tahun kalender, LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) tetap wajib menyampaikan laporan nihil.
(6) Daftar serta rincian:
  1. LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lainnya yang diwajibkan menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan; dan
  2. informasi keuangan termasuk batasan saldo atau nilai Rekening Keuangan yang wajib dilaporkan LJK selain sektor Perbankan, LJK Lainnya dan/atau Entitas Lain,
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
   
6. Ketentuan Pasal 27 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 27

(1) Permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) paling sedikit memuat:
  1. informasi dan/atau bukti atau keterangan yang diminta;
  2. format dan bentuk pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan yang diminta; dan
  3. alasan dilakukannya permintaan tersebut.
(2) Permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik atau tertulis dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran I Huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani secara biasa atau tanda tangan elektronik oleh pihak yang melakukan permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.
   
7. Ketentuan Pasal 29 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 29

(1) Informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) diberikan secara elektronik atau secara langsung kepada:
  1. pihak yang melakukan permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26; atau
  2. pihak yang ditunjuk oleh pihak yang melakukan permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
(2) Terhadap pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan secara elektronik atau secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain diberikan bukti penerimaan.
   
8. Di antara Pasal 29 dan Pasal 30 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 29A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 29A

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan informasi dan/atau bukti atau keterangan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan tata cara pemberian informasi dan/atau bukti atau keterangan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
   
9. Mengubah Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III sehingga menjadi tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal II

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
 
 
 
 

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Juni 2017
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Juni 2017
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 837





ARTIKEL TERKAIT
 

Apakah yang dimaksud dengan PPN?

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabeanselengkapnya

Mengajukan Keberatan atau Gugatan Pajak? Mana yang Lebih Menguntungkan?

Seiring perkembangan waktu, dan banyaknya pemeriksaan yang dilakukan otoritas pajak dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) , semakin banyak pula pengajuan keberatan akibat tidak terjadinya kesamaan pendapat pada saat pemeriksaan antara Wajib Pajak (WP) dengan Pemeriksa Pajak.selengkapnya



ARTIKEL TERPOPULER


Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKANselengkapnya

Kode Akun Pajak 411128 Untuk Jenis Pajak PPh Final

Kode Jenis Setoran Akun Pajak 411128 Untuk Jenis Pajak PPh Finalselengkapnya

Kode Akun Pajak 411211 Untuk Jenis Pajak PPN Dalam Negeri

Kode Jenis Setoran Akun Pajak 411211 Untuk Jenis Pajak PPN Dalam Negeriselengkapnya

Kode Akun Pajak 411126 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 25/29 Badan

Kode Jenis Setoran Akun Pajak 411126 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 25/29 Badanselengkapnya

Kode Akun Pajak 411124 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 23

Kode Jenis Setoran Akun Pajak 411124 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 23selengkapnya



ARTIKEL ARSIP




ARTIKEL TERBARU :


Langkah Pelaporan Realisasi Fasilitas PMK Nomor 44/PMK 03/2020Langkah Pelaporan Realisasi Fasilitas PMK Nomor 44/PMK 03/2020

Login ke alamat resmi djponline.pajak.go.id, login sesuai NPWP dan Password yang sudah terdaftar pada laman DJP Online dan masukkan captcha yang tertera pada layar utama login. Setelah berhasil login laman akan menampilkan menu Utama, kemudian pilih menu Layanan. Setelah masuk menu Layanan, laman akan menampilkan sub menu dari menu Layanan kemudian pilih eReporting Insentif Covid-19.   - Padaselengkapnya

Cara Memperoleh Insentif Pajak Ditanggung Pemerintah Bagi UMKM Terdampak COVID-19Cara Memperoleh Insentif Pajak Ditanggung Pemerintah Bagi UMKM Terdampak COVID-19

Kementrian Keuangan resmi menanggung PPh Final UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dengan patokan 0.5% dari peredaran bruto. Para pelaku UMKM di seluruh Indonesia mendapat fasilitas pajak PPh Final DTP (Ditanggung Pemerintah). PPh Final DTP tersebut diberikan untuk masa pajak April 2020 sampai dengan masa pajak September 2020.selengkapnya

Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan Wajib Pajak BadanBatas Waktu Penyampaian SPT Tahunan Wajib Pajak Badan

Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan Wajib Pajak Badanselengkapnya

Pajak E-Commerce : PMK No 210/PMK.010/2018Pajak E-Commerce :  PMK No 210/PMK.010/2018

Saat ini, keberadaan internet menjadi salah satu hal penting untuk menunjang kegiatan perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari maraknya kegiatan perdagangan atau jual beli melalui internet atau online yang biasa disebut e-Commerce.selengkapnya

Batas Pembayaran dan Pelaporan SPT TahunanBatas Pembayaran dan Pelaporan SPT Tahunan

Batas Pembayaran dan Pelaporan SPT Tahunanselengkapnya

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 02/PJ/2019

TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN, PENERIMAAN, DAN PENGOLAHAN SURAT PEMBERITAHUANselengkapnya

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 210/PMK.010/2018

TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI PERDAGANGAN MELALUI SISTEM ELEKTRONIK (E-COMMERCE)selengkapnya

Cara Menghitung Pajak UMKM yang disetor sendiriCara Menghitung Pajak UMKM yang disetor sendiri

Mulai masa pajak Juli 2018 ini, Wajib Pajak UMKM sudah dapat menerapkan tarif pajak yang baru yaitu 0,5% (sebelumnya 1%) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.selengkapnya

Langkah-langkah jika lupa EFIN untuk mengisi SPT TahunanLangkah-langkah jika lupa EFIN untuk mengisi SPT Tahunan

Langkah-langkah yang harus dilakukan jika lupa EFIN untuk mengisi SPT Tahunanselengkapnya

S-421/PJ.03/2018 - Pedoman Pengajuan Surat Keterangan Bebas (SKB) UMKM

Kami informasikan perubahan aturan terkait dengan terbitnya aturan NOMOR S - 421/PJ.03/2018selengkapnya



KATEGORI ARTIKEL :


TAGS # :