Pemerintah memberikan relaksasi kepada industri minuman keras melalui perpanjangan waktu pembayaran pita cukai. Tujuannya guna membantu cash flow perusahaan di tengah sepinya demand konsumen karena dampak corona virus disease (Covid-19).
Kebijakan ini tertuang di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 30/PMK.04/2020 tentang Penundaan Pembayaran Cukai Untuk Perusahaan Pabrik Atau Importir Barang Kena Cukai Yang Melaksanakan Pelunasan Dengan Cara Peletakan Pita Cukai. Beleid ini mulai berlaku per tanggal 9 April 2020.
Dengan demikian produsen minuman keras mendapatkan perpanjangan waktu pembayaran pita cukai Minuman Mengangung Etil Alkohol (MMEA) dari semula dua bulan menjadi tiga bulan.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nirwala Dwi Heryanto mengatakan dalam kondisi saat ini instrumen cukai digunakan tidak hanya untuk penerimaan, tapi juga menjaga iklim usaha bahkan melindungi tenaga kerja.
Menurutnya, ketika kas perusahaan terjaga, maka diharapkan pengusaha bisa mempertahankan pegawainya.
Nirwala menjelaskan, relaksasi ini diberikan kepada produsen miras dengan kadar alkohol 5%-20% seperti wine atau yang menggunakan MMEA golongan B. Kemudian, MMEA golongan C, yakni miras dengan kadar alkohol lebih dari 20% layaknya wiski dan brendi.
“Sepanjang pelunasannya dengan cara pelekatan pita cukai, untuk MMEA golongan B dan C, maka akan dapat relaksasi pembayaran dari 2 bulan menjadi 3 bulan. Untuk golongan A seperti beer yang pelunasan cukainya dengan cara dibayar tunai, maka tidak termasuk yang diatur dalam PMK 30/2020,” kata Nirwala kepada Kontan.co.id, Senin (15/6).
Nirwala memaparkan produsen miras sangat terdampak dari adanya implementasi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mengharuskan tempat penjualan eceran (TPE) miras tutup. Kemudian jalur distribusi tertanggu, sehingga terjadi penurunan keterserapan pasar.
Dus, pengaturan jam kerja terpaksa dilakukan produsen dengan meliburkan sementara karyawan, alhasil ada penurunan volume bayar cukai dengan rata-rata 31,88% per bulan. Bahkan, Bea Cukai mengindikasi adanya penurunan penjualan miras dengan rata-rata 33,54% selama PSBB.
Sayangnya, Nirwala mengaku belum banyak produsen miras yang menggunakan fasilitas perpanjangan waktu pelunasan pita cukai. Hal ini berbeda dengan sikap produsek rokok yang per awal Juni tercatat sudah ada 88 pabrik yang memanfaatkan fasilitas sama.
Padahal, konsidi sektor pariwisata yang turun akibat pandemi, sampai sekarang masih berefek kepada penjualan miras. “Kalau MMEA kan masalah pariwisata, minum alkohol biasanya nongrokong di café, hotel, club yang ramai, tapi saat ini tutup,” ujar dia.
Setali tiga uang, sepinya penjualan miras diprediksi bakal mengakibatkan penerimaan cukai MMEA sebesar Rp 4,69 triliun sampai Rp 5,18 triliun di akhir tahun 2020, dengan kata lain shortfall 27%-34% terhadap target akhir tahun.
Sumber : kontan.co.id (Jakarta, 15 Juni 2020)
Foto : Kontan
Pemerintah memastikan akan kembali menaikkan tarif cukai untuk minuman mengandung etil alkohol (MMEA). Besaran kenaikan tarif cukai recananya berada pada kisaran 13,5% - 15%.selengkapnya
Produsen minuman beralkohol, Diageo Indonesia menyambut baik kebijakan pelonggaran pelunasan pembayaran pita cukai. Kebijakan yang demikian diyakini bisa membantu perusahaan untuk menjaga bisnis di tengah-tengah wabah virus corona (Covid-19).selengkapnya
Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat relaksasi pembayaran pita cukai mencapai Rp 27,9 triliun. Total tersebut berasal dari 84 pabrik yang sudah mengajukan penundaan pembayaran pita cukai sejak 9 April sampai 30 Juni 2020.selengkapnya
Akhir Mei lalu merupakan waktu pelunasan pita cukai bagi industri hasil tembakau (IHT), hal ini berdampak memopong penerimaan cukai yang moncer sampai dengan akhir bulan lalu.selengkapnya
Aturan kenaikan tarif rata-rata cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 23% dan harga jual eceran (HJE) 35% telah berlangsung. Di mana mulai 2 Februari 2020, sudah dilakukan pemberlakuan pelekatan pita cukai desain tahun 2020.selengkapnya
Nilai pemanfaatan relaksasi penundaan pembayaran cukai hasil tembakau (CHT) terus meningkat di tengah tekanan pandemi Covid-19.selengkapnya
Pasangan suami-istri bisa memilih menjadi satu kesatuan dalam kewajiban pajak atau sebagai satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Bila sebelumnya istri sudah memiliki NPWP, maka harus dihapuskan dan dialihkan ke suami. Bagaimana caranya?selengkapnya
Selain lolos dari sanksi pidana pajak, Wajib Pajak (WP) peserta Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) akan diberikan fasilitas pembebasan pajak penghasilan (PPh) oleh pemerintah. Insentif ini dapat diperoleh jika pemohon melakukan balik nama atas harta berupa saham dan harta tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan.selengkapnya
Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak hingga saat ini masih tergolong rendah. Tercatat, hingga saat ini tax ratio Indonesia hanya mencapai kurang 12 persen, lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.selengkapnya
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi menegaskan, program pengampunan pajak (tax amnesty) bukan merupakan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak (WP). WP berhak untuk memilih pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) dengan aturan main yang berbeda, salah satunya mengenai pengusutan nilai wajar harta.selengkapnya
Anda adalah pasangan suami istri yang bekerja sebagai karyawan dan ingin melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi? Ada cara mudah yang bisa Anda lakukan. Saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (30/3/2016), Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanah Abang Dua, Dwi Astuti memberikan langkahnya. Jika status Anda dan suami atau istriselengkapnya
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menargetkan sebanyak 69 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) dapat terintegrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajik (NPWP). Simak cara validasi NIK jadi NPWP jelang pelaporan SPT Tahunan.Hingga 8 Januari 2023, DJP mencatat baru 53 juta NIK atau 76,8 persen dari total target yang baru terintegrasi. Melalui integrasi, nantinya pelayanan dapat lebihselengkapnya
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menghimbau agar wajib pajak melakukan validasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebelum pelaporan SPT Tahunan 2022. Hal ini sejalan dengan sudah mulai diterapkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022. Dalam PMK yang menjadi aturan turunan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 danselengkapnya
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, insentif fiskal yang diberikan tahun 2022 lalu bakal berlanjut di tahun 2023. Stimulus fiskal itu di antaranya insentif pajak penjualan barang mewah ditanggung pemerintah ( PpnBM DTP) untuk sektor otomotif maupun insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti.selengkapnya
Setoran pajak korporasi dalam beberapa tahun ke belakang menjadi tumpuan penerimaan pajak penghasilan (PPh). Seiring pemulihan ekonomi, otoritas pajak mulai mencari sektor usaha yang berpotensi memberikan sumbangsih besar di tahun depan.selengkapnya
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah akan mengurangi insentif pajak secara bertahap seiring dengan perbaikan dan pemulihan ekonomi nasional.selengkapnya
Isu perubahan iklim tak bisa diremehkan oleh siapapun. Pemerintah pun mulai menerapkan pajak karbon pada tahun depan. Para pelaku industri perlu mencermati dampak pengenaan pajak tersebut.selengkapnya
Pemerintah telah mengusulkan pengenaan pajak karbon kepada Panita Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) Komisi XI DPR.selengkapnya
Penerimaan perpajakan 2022 ditargetkan sebesar Rp1.510 triliun dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2022. Nilai ini naik Rp3,1 triliun dari penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2022 yang sebelumnya dibacakan Presiden Jokowi sebelumnya dalam Pidato Kenegaraan pada 16 Agustus 2021.selengkapnya
Masyarakat jangan kaget bahwa tahun depan akan ada rencana pengenaan cukai plastik, alat makan dan minum sekali makan, serta cukai minuman manis dalam kemasan pada tahun 2022.selengkapnya
Ada wacana cukai plastik, alat makan dan minum sekali makan, serta cukai minuman manis dalam kemasan akan diterapkan pada 2022. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah saat Rapat Panja Banggar DPR RI bersama pemerintah, Kamis 9 September 2021.selengkapnya