Farewell Tax Amnesty

Senin 13 Mar 2017 14:48Ajeng Widyadibaca 1075 kaliSemua Kategori

OKEZONE 1103

Detik-detik penutupan program pengampunan pajak (tax amnesty) semakin dekat di pelupuk mata. Sesuai dengan rencana semula, akhir Maret ini program secara resmi berakhir.

Jadi masyarakat hanya memiliki sisa waktu kurang dari tiga minggu untuk memanfaatkan momentum kelonggaran fiskal dari pemerintah. Kita tentu berharap masa-masa akhir pemberlakuannya akan ditutup dengan rentetan hasil gemilang.

Posisi hasil sementara penerimaan belum juga menunjukkan gebrakan berarti setelah tahap pertama berakhir. Di tahap kedua dan ketiga nyaris tidak ada tambahan dana signifikan.

Dari tiga target utama penerimaan tax amnesty yang terdiri atas dana tebusan, dana repatriasi, dan deklarasi harta, tingkat realisasi yang dapat dikatakan paling aman hanya berasal dari target deklarasi harta.

Sebagaimana dilaporkan Ditjen Pajak selama delapan bulan program telah berjalan, dari total target deklarasi harta sebanyak Rp4.000 triliun, total harta yang dideklarasikan sudah tercatat sebesar Rp 4.481 triliun (termasuk repatriasi).

Sementara realisasi dana tebusan baru mencapai Rp105 triliun( 63,64%). Jika dipangkas dengan perolehan pada tahap pertama, pertambahan hasil pada tahap kedua dan realisasi sementara pada tahap ketiga baru mencapai sekitar Rp12 triliun. Padahal target yang dicanangkan pemerintah masih jauh lebih tinggi di atasnya, tepatnya Rp165 triliun.

Adapun untuk penerimaan dana repatriasi lebih membuat nelangsa pemerintah karena dari target Rp1.000 triliun, baru terpenuhi Rp145 triliun (14,5%). Oleh karena itu pemerintah harus memantau ulang kebijakan apa saja yang selama ini betul-betul efektif memengaruhi hasil penerimaan. Beberapa segmen utama seperti pengusaha kakap sudah digempur habis-habisan pada tahap pertama.

Jadi yang tersisa mungkin tinggal beberapa gelintir pengusaha kakap yang masih “lolos”, ditambah beberapa profesi potensial dan puluhan ribu pengusaha UMKM yang memang belum terlalu banyak digarap. Pendekatan modal sosial yang pada periode pertama menjadi senjata paling efektif sebetulnya sudah sempat digencarkan lagi pada periode-periode berikutnya.

Proses pendekatannya dimulai dari tahap sosialisasi berkala, bahkan hingga melakukan pendekatan persuasif ke pucuk-pucuk pimpinan kelompok wajib pajak (WP) potensial. Namun mengapa hasilnya masih sangat timpang? Inilah yang perlu ditelusuri. Alasan sudah begitu banyaknya objek pajak yang tereksplorasi pada tahap pertama tentu terdengar tidak cukup koheren mengingat basis pajak yang tersisa masih jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah sementara partisipan tax amnesty.

Menteri Keuangan menghitung jumlah peserta tax amnesty hingga akhir Februari kemarin baru mencapai sekitar 683.882 wajib pajak (WP). Angka ini jauh di bawah total WP terdaftar yang diperkirakan berada di kisaran 32,8 juta WP. Sementara WP yang memiliki kewajiban melaporkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak penghasilan sebanyak 29,3 juta WP.

Dari total WP yang wajib melaporkan SPT, itu pun baru sekitar 12,6 juta WP yang melaporkannya dengan benar. Jadi sebetulnya masih tersedia sekitar 16 juta WP yang tersisa dan cukup prospektif untuk menjadi peserta tax amnesty. Potensi peningkatan jumlah peserta tax amnesty akan jauh lebih besar lagi jika dirangkum dengan objek pajak lain yang belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Kalau didasarkan pada aturan penghasilan Rp4,5 juta per bulan sebagai batas maksimum penghasilan tidak kena pajak (PTKP), seharusnya jumlah penduduk yang memiliki NPWP sekitar 50-60 juta penduduk. Sementara selama tax amnesty berjalan, pertumbuhan jumlah NPWP baru tercapai sekitar 27.000. Jadi pemerintah (khususnya Ditjen Pajak) masih memiliki pekerjaan rumah untuk mengejar sisa peningkatan jumlah NPWP baru berkisar antara 17 juta-28 juta.

Selain karena belum cukup optimalnya penarikan partisipasi WP, ada pula penyebab-penyebab lain yang sifatnya masih layak untuk diduga-duga. Pertama, penyebabnya bisa jadi lantaran data yang dikuasai pemerintah belum cukup valid dengan kondisi riilnya. Hal ini mulai terungkap dari lolosnya segelintir WP besar (prominen) atas kewajiban pajaknya dalam beberapa tahun terakhir.

Sesuatu yang paling fenomenal tentu yang terkait dengan beberapa nama orang terkaya di Indonesia (versi Forbes) yang ternyata belum memiliki NPWP. Jika tidak diatasi dengan langkah jitu, kekhawatiran berikutnya kejadian ini akan menular kepada WP prominen lain. Apalagi dalih yang digunakan 5 WP prominen tersebut karena sudah berpindah kewarganegaraan.

Apakah nantinya “strategi” ini tidak akan diikuti WP prominen lainnya? Kemungkinannya masih sangat terbuka lebar. Kedua, rendahnya realisasi target bisa juga dikaitkan karena pemerintah yang dianggap kurang kredibel. Tentu pandangan ini masih argumentatif, tetapi ada beberapa indikasi yang sekiranya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Pemerintah sudah sangat tampak ngos-ngosan mengejar target yang dicanangkan sendiri.

Artinya di balik proses perencanaan yang bombastis, pemerintah justru cenderung seperti tidak mampu mengenali dan mengelola kapasitas yang dimiliki. Fatalnya lagi fenomena ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Penyesuaian (perubahan) target karena realisasi kinerja yang sering kali buntu di tengah jalan seakan-akan terus menjadi sebuah tradisi.

Entah apakah ini memang merupakan strategi gimmick yang disengaja ataukah karena sudah bagian dari risiko sebuah proses perencanaan. Ketika pemerintah sedang membangun kredibilitas, seyogianya kepercayaan publik harus dikompensasi dengan hasil positif dari setiap kebijakan yang telah dilaksanakan.

Proyeksi perekonomian pemerintah seharusnya mampu menjadi soko guru bagi sektor swasta untuk menentukan strategi-strategi di lingkungan mikronya. Hasil penerimaan dana repatriasi juga dapat menjadi tolok ukur kredibilitas pemerintah. Dari total harta WNI di luar negeri yang terlapor selama program tax amnesty sebesar Rp1.162 triliun, sebanyak Rp1.017 triliun atau 87,5% di antaranya hanya dideklarasikan (tanpa direpatriasi).

Artinya sebagian besar WNI cenderung merasa lebih “aman” dengan pilihan hartanya tetap berada di luar negeri ketimbang iming-iming investasi di Indonesia melalui produk-produk repatriasi. Sesuatu yang teramat ganjil inilah yang kemudian perlu ditelusuri. Apakah memang daya saing investasi kita sedang dalam bargaining position yang lebih rendah? Ataukah negara lain sedang menciptakan barrier untuk menahan laju repatriasi? Oleh karena itu, kita perlu mawas diri seraya berusaha memperbaiki celah-celah kebijakan yang ada.

Sebelumnya kita harus bersepakat bahwa setiap kebijakan pemerintah seharusnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang minimal direpresentasikan pada kenaikan tingkat pendapatan dan daya beli/konsumsi rumah tangga. Kedua faktor inilah yang kemudian diharapkan mampu memacu pertumbuhan ekonomi serta tentunya dapat bermuara pada perluasan basis pajak.

Pertama, pemerintah perlu melanjutkan gerakan sosialisasi dan pendekatan persuasif, terutama kepada WP prominen yang tersisa, sembilan kelompok profesi yang dianggap berpenghasilan tinggi, dan puluhan juta kalangan UMKM di sisa waktu yang ada.

Tingkat partisipasi sembilan profesi yang terus dikejar semenjak periode kedua berjalan belum optimal. Hanya sekitar 5% analis dan pengacara yang ikut program pengampunan pajak. Kelompok yang paling patuh mengikuti program ini adalah konsultan pajak, sekitar 42%. Khusus untuk kategori UMKM, mengingat jumlahnya yang sangat banyak, Ditjen Pajak dapat menggandeng pemerintah daerah dan asosiasi UMKM untuk mengefektifkan proses persuasif.

Kedua, untuk kepentingan jangka menengah-panjang dan sekaligus menyambut hasil akhir tax amnesty, kita perlu melakukan penyegaran usaha yang sekiranya dapat menghasilkan semangat yang baru.

Perbaikan kinerja institusi perpajakan dan peningkatan kesadaran masyarakat terkait perpajakan menjadi titik tolak yang paling mendesak. Apalagi untuk tahun ini hampir dapat dipastikan akan terjadi perluasan basis pajak sebagai dampak dari tax amnesty. Terkait dengan persoalan adanya tax avoidance dan tax evasion, kita tidak bisa membatasi perspektif bahwa sumbernya hanya berasal dari satu sisi (masyarakat) saja, melainkan juga dapat disebabkan akses kemudahan dan akuntabilitas pengelolaan yang (mungkin) masih dirasa sangat terbatas.

Proses pengelolaan oleh Ditjen Pajak perlu mulai meyakinkan realisasi ide reformasi pajak, mulai dari perbaikan infrastruktur layanan pembayaran, perbaikan SDM, transparansi penggunaan hingga menekan potensi pelanggaran etika perpajakan. Ketiga, mekanisme reward and punishment harus clear dan transparan. Rekam jejak WP pribadi maupun badan harus terus dipantau untuk menanggulangi kecurangan-kecurangan serupa.

Apalagi pemerintah diuntungkan dengan pemberlakuan Automatic Exchange of Information (AEoI) yang secara efektif dimulai tahun depan. Mekanisme ini ikut membantu pemerintah dalam pengawasan praktik transfer pricing yang terkadang disalahgunakan WP untuk mengakali besaran pajak. Nah yang perlu digarisbawahi di sini, sejauh mana pemerintah akan mampu bertindak tegas dan adil dalam penerapannya.

Kalau sampai pemerintah lengah kembali, program tax amnesty dapat dikatakan akan berjalan sia-sia. Keempat, perlunya kesinambungan kebijakan dari sisi fiskal dan moneter. Contoh kasus yang terdekat bisa kita lihat dari mengendapnya sebagian besar dana repatriasi sebagai dana deposito perbankan.

Posisi dana yang masih menganggur di kantong perbankan menjadi sebuah ironi di tengah landainya capaian pertumbuhan ekonomi, konsumsi, dan penerimaan perpajakan. Apalagi sektor-sektor potensial seperti pertanian, properti, dan industri justru sedang membutuhkan perbaikan akses permodalan. Situasinya memang tidak cukup kondusif, tetapi pemerintah dapat berbagi tugas dengan otoritas moneter untuk mengeliminasi berbagai permasalahan secara sekaligus.

Misalnya untuk menggairahkan kembali kinerja sektor kredit, BI dapat memberikan insentif berupa pemotongan tingkat suku bunga acuan. Kemudian OJK dapat membantu dengan melakukan mitigasi dan pengawasan terhadap perilaku pasar yang cenderung destruktif. Sementara pemerintah bisa mendukung dengan memberikan kelonggaran unsur regulasi dan birokrasi, melakukan pelatihan SDM untuk tenaga kerja di sektor riil, serta menetapkan subsidi.

CANDRA FAJRI ANANDA

Dekan dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya


Sumber : okezone.com (Jakarta, 13 Maret 2017)

Foto : okezone




BERITA TERKAIT
 

Anggota DPR: Yang Dapat Pengampunan Adalah Mereka yang Telah Lakukan Kejahatan PajakAnggota DPR: Yang Dapat Pengampunan Adalah Mereka yang Telah Lakukan Kejahatan Pajak

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PPP, Arsul Sani menegaskan jika UU Tax Amnesty atau pengampunan pajak tidak mengampuni koruptor, kejahatan illegal logging, dan sebagainya.selengkapnya

Waduh! Ternyata Masih Banyak Masyarakat yang Belum Memiliki NPWPWaduh! Ternyata Masih Banyak Masyarakat yang Belum Memiliki NPWP

Ekstensifikasi bakal terus diperluas untuk menutup gap yang disebabkan oleh kebijakan obral insentif pajak maupun rencana penurunan tarif PPh korporasi dari 25% menjadi 20%. Pasalnya, saat ini tercatat masih banyak wajib pajak yang belum memiliki NPWP.selengkapnya

Jumlah Harta yang Dilaporkan dalam Tax Amnesty Baru Rp724 TriliunJumlah Harta yang Dilaporkan dalam Tax Amnesty Baru Rp724 Triliun

Realisasi dana tebusan yang masuk dari program pengampunan pajak atau tax amnesty siang ini sebesar Rp17,01 triliun. Angka ini masih sangat rendah dibanding target Rp165 triliun.selengkapnya

Pemerintah akan memperluas sektor industri yang dapat menerima tax holidayPemerintah akan memperluas sektor industri yang dapat menerima tax holiday

Pemerintah kembali menebar insentif bagi pelaku industri. Kali ini, pemerintah menawarkan insentif fiskal berupa pembebasan pajak atau tax holiday. Berlaku mulai pekan ini, pemerintah memperluas sektor industri yang berhak bebas pajak serta mempercepat waktu pemberian insentif.selengkapnya

Merepatriasi Dana Tax Amnesty yang Disembunyikan di Luar Negeri Tak Harus dengan Uang TunaiMerepatriasi Dana Tax Amnesty yang Disembunyikan di Luar Negeri Tak Harus dengan Uang Tunai

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali mempermudah beberapa aturan terkait program pengampunan pajak (tax amnesty). Hal ini merupakan respon dari dinamika yang berkembang di masyarakat.selengkapnya

Dengan Tax Amnesty, Wajib Pajak yang Belum Laporkan SPT Jadi KetahuanDengan Tax Amnesty, Wajib Pajak yang Belum Laporkan SPT Jadi Ketahuan

Program pengampunan pajak (tax amnesty) yang digulirkan pemerintah selama satu bulan telah mendapatkan hasil. Hal ini menunjukan dampak positif mengetahui banyaknya pelanggaran dan potensi dana yang masuk dari luar negeri. Dari data Kementerian Keuangan ada 2.216 wajib pajak (WP) yang tidak pernah lapor SPT. Jika dilaporkan, maka WP yang didapatkan dari tarif tebusan sebanyak Rp109,5 miliar.selengkapnya

BERITA TERPOPULER


Istri Ingin Gabung NPWP Suami, Begini CaranyaIstri Ingin Gabung NPWP Suami, Begini Caranya

Pasangan suami-istri bisa memilih menjadi satu kesatuan dalam kewajiban pajak atau sebagai satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Bila sebelumnya istri sudah memiliki NPWP, maka harus dihapuskan dan dialihkan ke suami. Bagaimana caranya?selengkapnya

Ikut Tax Amnesty, Balik Nama Aset Tanah dan Saham Bebas PajakIkut Tax Amnesty, Balik Nama Aset Tanah dan Saham Bebas Pajak

Selain lolos dari sanksi pidana pajak, Wajib Pajak (WP) peserta Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) akan diberikan fasilitas pembebasan pajak penghasilan (PPh) oleh pemerintah. Insentif ini dapat diperoleh jika pemohon melakukan balik nama atas harta berupa saham dan harta tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan.selengkapnya

Pilih Ikut Tax Amnesty atau Pembetulan SPT?Pilih Ikut Tax Amnesty atau Pembetulan SPT?

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi menegaskan, program pengampunan pajak (tax amnesty) bukan merupakan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak (WP). WP berhak untuk memilih pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) dengan aturan main yang berbeda, salah satunya mengenai pengusutan nilai wajar harta.selengkapnya

7 Alasan Rendahnya Kesadaran Masyarakat Bayar Pajak7 Alasan Rendahnya Kesadaran Masyarakat Bayar Pajak

Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak hingga saat ini masih tergolong rendah. Tercatat, hingga saat ini tax ratio Indonesia hanya mencapai kurang 12 persen, lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.selengkapnya

Begini Cara Lapor SPT Pajak Buat Suami Istri yang BekerjaBegini Cara Lapor SPT Pajak Buat Suami Istri yang Bekerja

Anda adalah pasangan suami istri yang bekerja sebagai karyawan dan ingin melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi? Ada cara mudah yang bisa Anda lakukan. Saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (30/3/2016), Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanah Abang Dua, Dwi Astuti memberikan langkahnya. Jika status Anda dan suami atau istriselengkapnya



KATEGORI BERITA :




BERITA TERBARU :


Cara Validasi NIK jadi NPWP untuk SPT Tahunan & Solusinya Jika GagalCara Validasi NIK jadi NPWP untuk SPT Tahunan & Solusinya Jika Gagal

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menargetkan sebanyak 69 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) dapat terintegrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajik (NPWP). Simak cara validasi NIK jadi NPWP jelang pelaporan SPT Tahunan.Hingga 8 Januari 2023, DJP mencatat baru 53 juta NIK atau 76,8 persen dari total target yang baru terintegrasi. Melalui integrasi, nantinya pelayanan dapat lebihselengkapnya

Validasi NIK Jadi NPWP Sebelum Lapor SPT, Begini Caranya!Validasi NIK Jadi NPWP Sebelum Lapor SPT, Begini Caranya!

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menghimbau agar wajib pajak melakukan validasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebelum pelaporan SPT Tahunan 2022. Hal ini sejalan dengan sudah mulai diterapkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022. Dalam PMK yang menjadi aturan turunan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 danselengkapnya

Pandemi Usai, Pemerintah Bakal Tetap Guyur Insentif di Tahun IniPandemi Usai, Pemerintah Bakal Tetap Guyur Insentif di Tahun Ini

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, insentif fiskal yang diberikan tahun 2022 lalu bakal berlanjut di tahun 2023. Stimulus fiskal itu di antaranya insentif pajak penjualan barang mewah ditanggung pemerintah ( PpnBM DTP) untuk sektor otomotif maupun insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti.selengkapnya

Ini sektor usaha tumpuan penerimaan pajak tahun depanIni sektor usaha tumpuan penerimaan pajak tahun depan

Setoran pajak korporasi dalam beberapa tahun ke belakang menjadi tumpuan penerimaan pajak penghasilan (PPh). Seiring pemulihan ekonomi, otoritas pajak mulai mencari sektor usaha yang berpotensi memberikan sumbangsih besar di tahun depan.selengkapnya

Ekonomi mulai pulih, pemerintah akan kurangi insentif pajak secara bertahapEkonomi mulai pulih, pemerintah akan kurangi insentif pajak secara bertahap

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah akan mengurangi insentif pajak secara bertahap seiring dengan perbaikan dan pemulihan ekonomi nasional.selengkapnya

Pelaku industri cermati efek penerapan pajak karbon yang akan diterapkan tahun depanPelaku industri cermati efek penerapan pajak karbon yang akan diterapkan tahun depan

Isu perubahan iklim tak bisa diremehkan oleh siapapun. Pemerintah pun mulai menerapkan pajak karbon pada tahun depan. Para pelaku industri perlu mencermati dampak pengenaan pajak tersebut.selengkapnya

Mayoritas fraksi DPR setuju dengan pajak karbon asalkan dengan tarif ringanMayoritas fraksi DPR setuju dengan pajak karbon asalkan dengan tarif ringan

Pemerintah telah mengusulkan pengenaan pajak karbon kepada Panita Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) Komisi XI DPR.selengkapnya

Target Penerimaan Perpajakan Rp1.510 Triliun di 2022Target Penerimaan Perpajakan Rp1.510 Triliun di 2022

Penerimaan perpajakan 2022 ditargetkan sebesar Rp1.510 triliun dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2022. Nilai ini naik Rp3,1 triliun dari penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2022 yang sebelumnya dibacakan Presiden Jokowi sebelumnya dalam Pidato Kenegaraan pada 16 Agustus 2021.selengkapnya

Jangan Kaget! Plastik dan Minuman Manis Bakal Kena Cukai Tahun DepanJangan Kaget! Plastik dan Minuman Manis Bakal Kena Cukai Tahun Depan

Masyarakat jangan kaget bahwa tahun depan akan ada rencana pengenaan cukai plastik, alat makan dan minum sekali makan, serta cukai minuman manis dalam kemasan pada tahun 2022.selengkapnya

Cukai Plastik dan Minuman Manis Dimulai Tahun Depan?Cukai Plastik dan Minuman Manis Dimulai Tahun Depan?

Ada wacana cukai plastik, alat makan dan minum sekali makan, serta cukai minuman manis dalam kemasan akan diterapkan pada 2022. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah saat Rapat Panja Banggar DPR RI bersama pemerintah, Kamis 9 September 2021.selengkapnya



 
TAGS # :