Institute for Digital Law and Society (Tordillas) mendesak pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai payung hukum alternatif solusi mengisi kekosongan penerapan e-commerce usai Menteri Keuangan mencabut PMK No. 210/2018.
Permenkeu itu tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau e-commerce. Direktur Torbilas Awalludin Marwan mengatakan, pencabutan bahkan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tersebut, memberikan kesan kurang baik atas kebijakan pemerintah dan menciptakan ketidakpastian bagi pelaku usaha UMKM yang mengandalkan penjualan produknya secara digital.
"Pencabutan PMK soal pajak e-commerce di Indonesia itu bikin resah para pelaku usaha e-commerce di Indonesia. Oleh karena itu, mestinya pemerintah menerbitkan regulasi PP untuk mengisi kekosongan dicabutnya PMK itu," kata Awalludin kepada Bisnis, Jumat (5/4/2019).
Dia mengutarakan, dengan demikian pemerintah sebelum menerbitkan PP segera membahas secara matang melalui riset terlebih dahulu regulasi yang dibutuhkan untuk sektor e-commerce dengan menekankan perlindungan konsumen, pengelolaan data pribadi, dan pencegahan kejahatan siber.
Awalludin mengingatkan juga, supaya peraturan nanti PMK menerapkan prinsip keadilan dalam hal penarikan pajak. Pasalnya, lanjut dia, pengenaan pajak bagi pelaku UMKM e-commerce memberatkan pengusaha kecil dengan penghasilan di bawah nilai tertentu. Konsep melaporkan pajak atas aktivitas usaha atau pekerjaan tidak serta merta harus membayar pajak.
Pemerintah diminta pula membuat database yang baik, karena meskipun pengusaha atau individu membayar pajak atu tidak, tetapi pencatatan sebagai wajib pajak sangat diperlukan oleh pemerintah. Pasalnya, kata dia, data besaran volume transaksi e-commerce di Indonesia belum ada.
"Badan Pusat Statistik [BPS] pun mengalami kesulitan mendata e-commerce ini. Database yang baik dapat menjadi acuan pemerintah dalam melakukan berbagai kebijakan baik yang terkait perpajakan atau non perpajakan.
Seperti catatan Bisnis, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memutuskan menarik kembali Peraturan Menteri Keuangan nomor 210/PMK.010/2018.
Alasan penarikan aturan tersebut dilakukan atas adanya kepentingan untuk terlebih dulu meningkatkan koordinasi pemerintah melalui antarkementerian/lembaga yang lebih komperhensif agar pengaturan e-commerce tepat sasaran, berkeadilan, efisien, serta mendorong pertumbuhan ekosistem ekonomi digital dengan mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan.
Dengan demikian, perlakuan perpajakan untuk ekonomi digital tetap merujuk kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Pelaku usaha yang memanfaatkan platform e-commerce maupun bisnis konvensional dengan penghasilan mencapai Rp4,8 miliar terkena pajak final dengan tarif sebesar 0,5% dari jumlah omzet usaha.
Sumber : bisnis.com (Jakarta, 05 April 2019)
Foto : Bisnis
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjelaskan kembali latar belakang diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.10/2018 Tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik (e-commerce).selengkapnya
Kementerian Keuangan menanggapi polemik implementasi PMK No. 210/PMK.010/2018 tentang Ecommerce dengan menggelar pertemuan antara Badan Kebijakan Fiskal, Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai serta idEA (Asosiasi ecommerce Indonesia).selengkapnya
Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 80/2019 tentang Perdagangan dalam Sistem Elektronik akan dipertegas soal kebijakan pajak bagi para pelaku e-commerce.selengkapnya
Keputusan Kementerian Keuangan (Kemkeu) menarik Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce) disayangkan. Pasalnya, kebijakan ini seharusnya bermanfaat untuk memberikan penegasan bagi pelaku perdagangan elektronik.selengkapnya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memutuskan untuk mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik atau "e-commerce".selengkapnya
Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) meminta pemerintah dapat menjamin perlakuan yang sama terkait pengenaan pajak, terhadap seluruh pelaku usaha online. Termasuk, pelaku toko online yang memasarkan jualannya lewat media sosial.selengkapnya
Pasangan suami-istri bisa memilih menjadi satu kesatuan dalam kewajiban pajak atau sebagai satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Bila sebelumnya istri sudah memiliki NPWP, maka harus dihapuskan dan dialihkan ke suami. Bagaimana caranya?selengkapnya
Selain lolos dari sanksi pidana pajak, Wajib Pajak (WP) peserta Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) akan diberikan fasilitas pembebasan pajak penghasilan (PPh) oleh pemerintah. Insentif ini dapat diperoleh jika pemohon melakukan balik nama atas harta berupa saham dan harta tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan.selengkapnya
Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak hingga saat ini masih tergolong rendah. Tercatat, hingga saat ini tax ratio Indonesia hanya mencapai kurang 12 persen, lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.selengkapnya
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi menegaskan, program pengampunan pajak (tax amnesty) bukan merupakan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak (WP). WP berhak untuk memilih pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) dengan aturan main yang berbeda, salah satunya mengenai pengusutan nilai wajar harta.selengkapnya
Anda adalah pasangan suami istri yang bekerja sebagai karyawan dan ingin melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi? Ada cara mudah yang bisa Anda lakukan. Saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (30/3/2016), Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanah Abang Dua, Dwi Astuti memberikan langkahnya. Jika status Anda dan suami atau istriselengkapnya
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menargetkan sebanyak 69 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) dapat terintegrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajik (NPWP). Simak cara validasi NIK jadi NPWP jelang pelaporan SPT Tahunan.Hingga 8 Januari 2023, DJP mencatat baru 53 juta NIK atau 76,8 persen dari total target yang baru terintegrasi. Melalui integrasi, nantinya pelayanan dapat lebihselengkapnya
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menghimbau agar wajib pajak melakukan validasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebelum pelaporan SPT Tahunan 2022. Hal ini sejalan dengan sudah mulai diterapkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022. Dalam PMK yang menjadi aturan turunan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 danselengkapnya
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, insentif fiskal yang diberikan tahun 2022 lalu bakal berlanjut di tahun 2023. Stimulus fiskal itu di antaranya insentif pajak penjualan barang mewah ditanggung pemerintah ( PpnBM DTP) untuk sektor otomotif maupun insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti.selengkapnya
Setoran pajak korporasi dalam beberapa tahun ke belakang menjadi tumpuan penerimaan pajak penghasilan (PPh). Seiring pemulihan ekonomi, otoritas pajak mulai mencari sektor usaha yang berpotensi memberikan sumbangsih besar di tahun depan.selengkapnya
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah akan mengurangi insentif pajak secara bertahap seiring dengan perbaikan dan pemulihan ekonomi nasional.selengkapnya
Isu perubahan iklim tak bisa diremehkan oleh siapapun. Pemerintah pun mulai menerapkan pajak karbon pada tahun depan. Para pelaku industri perlu mencermati dampak pengenaan pajak tersebut.selengkapnya
Pemerintah telah mengusulkan pengenaan pajak karbon kepada Panita Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) Komisi XI DPR.selengkapnya
Penerimaan perpajakan 2022 ditargetkan sebesar Rp1.510 triliun dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2022. Nilai ini naik Rp3,1 triliun dari penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2022 yang sebelumnya dibacakan Presiden Jokowi sebelumnya dalam Pidato Kenegaraan pada 16 Agustus 2021.selengkapnya
Masyarakat jangan kaget bahwa tahun depan akan ada rencana pengenaan cukai plastik, alat makan dan minum sekali makan, serta cukai minuman manis dalam kemasan pada tahun 2022.selengkapnya
Ada wacana cukai plastik, alat makan dan minum sekali makan, serta cukai minuman manis dalam kemasan akan diterapkan pada 2022. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah saat Rapat Panja Banggar DPR RI bersama pemerintah, Kamis 9 September 2021.selengkapnya