Panama Papers dan Perburuan Dana Gelap ke Penjuru Dunia

Rabu 11 Mei 2016 12:44Administratordibaca 1928 kaliSemua Kategori

katadata 013

Di depan sekitar 150 undangan diskusi Ikatan Akuntan Indonesia tentang pengampunan pajak atau tax amnesty, Oesman Sapta Odang buka-bukaan. Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat itu prihatin dengan kondisi saat ini terkait beratnya upaya mendongkrak pendapatan negara.

Sebuah informasi sampai ke telinganya. Di tengah lemahnya penerimaan pajak, banyak uang warga Indonesia justru diparkir di negara lain. “Setiap tahun, sekitar Rp 200 triliun aliran dana gelap ke luar negeri,” kata Oesman saat menjadi pembicara kunci di Balai Kartini, Jakarta, Selasa, 3 Mei 2016.

Padahal, menurut pendiri OSO Grup yang bisnisnya menggurita dari properti, perkebunan, transportasi, hingga pertambangan itu, ratusan triliun rupiah tersebut bisa menjadi pelumas pertumbuhan ekonomi. Bila dana ini dimanfaatkan akan mengurangi ketergantungan ke pajak sebagai sumber pendapatan negara yang mencapai 70 persen. Apalagi rasio penerimaan pajak atas PDB baru 11 – 12 persen.

Menurut Oesman, rendahnya tax ratio ini sejajar dengan sifat manusia yang menginginkan beban ringan dalam perpajakan, sekalipun bagi orang-orang kaya. Setidaknya, hengkangnya dana ke luar negeri menunjukkan ada kekayaan yang tak dipajaki dengan semestinya. Dia menyebutkan kondisi tersebut sebagai kemunculan shadow economy, sebuah praktik penggelapan.

Karena itu, Oesman mendukung upaya menarik dana dari luar negeri atau repatriasi yang disorongkan pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat. Namun dia meminta skema yang akan masuk Undang-Undang Pengampunan Pajak atau tax amnesty ini mesti memikirkan kepentingan pemilik dana. Perlu strategi agar mereka cepat melaporkan uangnya untuk kepentingan bangsa.


Langkah tersebut, kata Oesman, perlu segera diambil apalagi muncul dokumen Panama Papers yang mengungkap ratusan akun Indonesia –termasuk miliki para pejabat negara- di sejumlah negara suaka pajak. “Sejatinya tax amnesty adalah cara pemerintah mengampuni kesalahan wajib pajak di masa lalu,” ujarnya. “Tapi saya harus berhati-hati bicara tax amnesty sebagai pimpinan MPR, tidak ingin offside.”


Dalam wawancara khusus dengan Katadata beberapa waktu lalu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani mengatakan kebijakan tax amnesty akan membawa dana tebusan hingga puluhan triliun. Namun, yang lebih penting dalam jangka panjang, pemerintah akan memiliki data wajib pajak yang bagus bagi negara. Apalagi momentumnya pas menjelang pertukaran informasi tentang data keuangan dan perpajakan secara otomatis atau automatic exchange of information dengan puluhan negara.


Di sisi lain, para pengusaha pun sangat menanti kebijakan itu. Sebab, Hariyadi tak menampik bila ada pebisnis yang masih nakal. Dia memberi istilah kelompok ini sebagai economic animal, dunia kapitalis yang mementingkan diri sendiri.


Dengan bahas lebih lugas, mereka itu yang berbisnis seenaknya dengan mencari makan di Indonesia dan menaruh uangnya di luar negeri. Sebagian dari mereka, Hariyadi melanjutkan, bahkan enteng mengubah kewarganegaraan dengan menanamkan uangnya di negara terkait.


Karena itulah, dia mengajak pengusaha yang masih menjalankan bisnisnya seperti itu untuk mengikuti program pengampunan pajak. “Yang dulu maling, ngaku saja maling. Yang dulu koruptor, sepanjang dia tidak dalam proses pengadilan, tax amnesty saja,” ujarnya. “Untuk apa melihat ke belakang. Negara ini butuh pendanaan jangka panjang yang lebih besar. Dari penduduk yang super kaya, berapa gelintir sih yang menyumbang ekonomi Indonesia?”


Beberapa alasan tersebut selaras dengan argumen pemerintah. Dalam banyak kesempatan, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan setidaknya ada empat alasan perlunya tax amnesty. Pertama, untuk menarik dana warga Indonesia di luar negeri. Kedua, uang yang telah masuk bisa digerakkan untuk meningkatkan pertumbuhan nasional. Dana tersebut selama ini tertimbun dalam underground economy.


Ketiga, dengan mengikuti program pengampunan pajak, data yang terkumpul secara otomatis menjadi basis perpajakan nasional. Hal tersebut bisa terlihat dari aset yang disampaikan dalam permohonan tax amnesty


Seiring dengan itu, kebijakan ini akan disertai perbaikan administrasi perpajakan. Terakhir, dalam jangka pendek bisa meningkatkan penerimaan pajak tahun ini. “Dari uang tebusan yang dibayarkan wajib pajak,” kata Bambang.

Mengejar Aset ke Luar Negeri


Jauh sebelum geger dokumen Panama Papers yang dirilis pada awal April lalu, sejumlah negara bersepakat menangkal krisis keuangan dunia. Mereka membentuk kerja sama dalam pertukaran informasi perpajakan. Target utamanya, mencegah penghindaran dan pengelakan pajak. Kementerian Keuangan menyatakan hal ini menjadi penyebab utama basis pajak negara yang menerapkan tarif cukup tinggi tergerus.

Pada 2010 mengemuka pertukaran informasi secara otomatis untuk kepentingan perpajakan. Saat itu berbarengan dengan upaya Amerika Serikat mengenalkan kebijakan Foreign Account Tax Compliance Act (FACTA). Melalui FACTA, Amerika meminta lembaga keuangan negara lain untuk memberi laporan terkait aktivitas akun keuangan warga negaranya yang memegang kepemilikan signifikan (FFI) dalam sebuah perusahaan.


Sempat kurang mendapat respons, langkah Amerika baru ditanggapi serius oleh negara-negara lain tiga tahun kemudian. Pada 2013, menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara kelompok dengan ekonomi besar yang tergabung dalam G 20 dan OECD berkumpul membahas masalah tersebut. Satu pandangan tercapai: memberi dukungan barter informasi secara otomatis.


Di tahun itu pas berbarengan dengan beredarnya dokumen Offshore Leaks. Bocoran data dari Portcullis TrustNet (Singapura) dan Commentwealth Trust Limited (British Virgin Island) itu memuat -dari 2,5 juta dokumen- 2.961 akun nasabah pemilik rekening asal Indonesia di sepuluh negara suaka pajak, di antaranya Caymand Island, Cook Island, dan Singapura.

Setahun kemudian, negara-negara G 20 dan OECD menyepakati formula pertukan informasi layaknya konsep FACTA. Mereka menamakannya Common Reporting Standars sebagai landasan dalam pertukaran informasi secara global, cikal-bakal Automatic Exchange of Information (AEOI). 

Di Indonesia, pada akhir 2014, muncul wacana pemberian pengampunan pajak, khususnya bagi yang menyimpan uang di Singapura. Rencana itu keluar setelah Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro bertemu Menteri Keuangan Singapura Tharman Shanmugaratnam di Singapura, pada Desember 2014. Kedua pihak berkomitmen bertukar data perpajakan untuk melawan penghindaran dan pengelakan pajak lintas negara.


Untuk itu, pemerintah menyiapkan payung hukum dengan merevisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan. Pilihan lainnya, membuat undang-undang khusus tentang pengampunan pajak. “Ini  menyangkut uang rakyat, jadi harus betul-betul masuk undang-undang dan disetujui DPR,” kata Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo kala itu. 


Rencana penerpan tax amnesty makin kuat pada 2015. Tahun lalu, penerimaan pajak begitu seret imbas pelemahan ekonomin global. Apalagi pemasukan pajak per kuartal ketiga baru sekitar 60 persen dari target dalam APBN 2015. Selisih penerimaan dan target (shortfall) pajak ini bahkan sampai memakan “korban.” Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito undur diri -kini digantikan Ken Dwijugiasteadi.

Hingga kini rencana tersebut masih terkatung-katung. Pembahasan Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty masih mandek di Dewan Perwakilan Rakyat setelah melewati tiga kali reses sejak akhir 2015. Padahal, pemerintah melihat potensi dana warga Indonesia di luar negeri begitu besar. 


Misalnya, pertengahan Maret lalu, Bambang Brodjonegoro menyatakan memegang data rekening tersebut. Pola yang digunakan orang Indonesia untuk memiliki akun di sana pun diketahui, yaitu dengan membentuk perusahaan khusus dengan tujuan tertentu atau Special Purpose Vehicle (SPV) di berbagai tempat di dunia. Biasanya SPV didirikan di negara-negara bebas pajak (tax haven). 


Negara tax haven yang cukup popular dan sering menjadi tujuan Warga Negara Indonesia ini adalah British Virgin Islands. “Di satu negara, ada rekening lebih dari 6.000 WNI,” ujar Bambang usai mengikuti rapat terbatas pencucian uang dan penggelapan pajak di Kantor Kepresidenan, pertengahan Maret lalu.


Sebagian uang yang disimpan di negara tersebut belum tercatat sebagai aset dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak. Aset tersebut tersimpan dalam berbagai bentuk, antara lain properti, perusahaan, atau deposito. Artinya, selama ini pemilik rekening tersebut tidak pernah membayar pajak atas asetnya. “Ini bagian yang kami kejar,” kata Bambang.

Sempat menyebutkan potensi dana repatriasi melebihi Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 11.450 triliun, dia mengaku tidak mengetahui persis jumlahnya. Meski begitu, Bambang optimistis jumlah dana repatriasi cukup besar sehingga mampu menggerakkan perekonomian nasional.


Walau pejabat di Lapangan Banteng, markas Kementerian Keuangan, begitu getol mengegolkan tax amnesty, namun suara lonjong datang dari Direktorat Jenderal Pajak. Sumber Katadata di direktorat itu menyatakan ada kekhawatiran sejumlah pejabat cukup mengemuka bila pengampunan pajak terlaksana.


Misalnya, pemerintah belum memiliki data akurat aset orang Indonesia di luar negeri. Sehingga, upaya menyembunyikan harta lainnya kemungkinan besar tetap terjadi. Yang paling dicemaskan adalah para penunggang gelap kebijakan ini.


Menurutnya, barisan konglomerasi Indonesia sudah antre begitu Senayan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty. Namun, sebagian besar dari mereka yang akan mendaftar ditengarai para pebisnis bermasalah. “Hendak mencuci uang kotor,” katanya. “Begitu diampuni, uang haram mereka menjadi bersih.”

Bila melihat kajian Bank Indonesia, kemungkinan masuknya uang “haram” ini bisa terjadi. Bank sentral itu memperkirakan dana orang Indonesia di luar negeri saat ini mencapai Rp 3.147 triliun. Dari jumlah itu, 60 persen merupakan dana legal, sisanya ilegal. Bila dipecah lagi, dana ilegal bersumber pada hasil korupsi sebesar 10 persen dan 30 persen sisanya berasal dari hasil narkoba, terorisme, dan pencucian uang.


Sumber lain di Direktorat Pajak menyatakan, masuknya para pendompleng bisa terjadi. Namun, hal itu bukan berarti mereka akan terbebas dari jerat hukum untuk tindak pidana lainnya. Sebab, aparat masih bisa menelisik kejahatan lainnya seperti korupsi. “Yang penting, tidak menggunakan data tax amnesty sebagai bukti permulaan,” ujarnya.

Terpantik Panama

Panama Papers menjadi salah satu topik utama pembahasan dalam World Bank Spring Meeting. Dalam pertemuan di Washington DC, Amerika pada pertengahan bulan lalu itu, gubernur bank sentral dan menteri keuangan negara-negara G 20 menyuarakan pentingnya memperkuat kerja sama berbagi data untuk perpajakan.

Di tengah masih lemahnya ekonomi dunia ini, sebuah kesepakatan dibuat: rancangan implementasi pertukaran informasi (AEOI). Mereka akan “menekan” negara-negara yang tidak bersahabat dalam bertukar informasi. Langkah ini dikenal sebagai non-cooperative juridiction


Keputusan tersebut dibuat dua pekan setelah dokumen Panama Papers dirilis konsorsium jurnalis investigasi internasional (ICIJ). Data yang bersumber dari bocoran informasi kantor firma hukum Mossack Fonseca, Panama ini menyangkut 11,5 juta dokumen. Isinya menyangkut daftar klien Fonseca dari berbagai negara yang mendirikan perusahaan di negara-negara suaka pajak. Sebagian besar motifnya diduga untuk menyembunyikan harta dari endusan aparat pajak.


Di Indonesia, nama yang sudah disiarakan tersangkut dokumen itu di antaranya saudagar minyak Riza Chalid serta dua pengusaha buron Joko Soegiarto Tjandra dan Agus Anwar. Juga, yang paling membuat ramai publik, Ketua BPK Harry Azhar Azis. Setelah itu ada pula nama Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.


Temuan inilah yang kemudian memantik banyak negara menyepakati program AEOI. Pada 14 April lalu, OECD mempublikasikan 94 negara telah berkomitmen berbagi informasi dengan menerapkan common reporting standard. Dari jumlah itu, 55 negara menyatakan mulai mempertukarkan informasi secara otomatis mulai September tahun depan.


“Termasuk yuridiksi yang selama ini dikenal sebagai tax haven seperti Bermuda, British Virgind Island, Cayman Island, dan Luxembourg,” demikian pernyataan Kementerian Keuangan, Senin pekan lalu. Sementara sejumlah negara seperti Singapura, Jepang, dan Indonesia baru menerapkan kebijakan ini pada 2018.


Dengan diberlakukan AEOI, sejumlah kalangan malah menilai tax amnestykehilangan urgensinya. Pemerintah tak perlu memberi pengampunan lantaran dua tahun lagi bisa mudah memperoleh data dari negara lain. Karenanya, saat ini mestinya menuntaskan tahun penegakan hukum. Mereka yang diduga mengemplang pajak mesti diburu.


Namun, seorang sumber di Kementerian Keuangan menyatakan tidak serta-merta pertukaran informasi terlakasana pada 2018. Beberapa kendala yang dihadapai, di antaranya, mesti ada perjanjian lanjutan antarnegara. Kedua, Indonesia juga dituntut mengumpulkan data warga negara lain. “Kalau tidak, kita tidak bisa barter informasi,” katanya.


Alasan lain, muculnya Panama Papers mengubah peta penyimpanan dana gelap dunia. Hal ini terjadi ketika Offshore Leaks menyeruak dua tahun lalu. Para pengusaha beramai-ramai mencabut uangnya dari negara-negar tax haven yang masuk daftar tersebut. Alhasil, dana super jumbo bergeser ke tempat lain. 


Kali ini, kata dia, kondisi tersebut terulang. Dalam sekejap, Panama Papers pun mengubah peta keuangan global. Dalam situasi seperti ini, kata dia, tax amnesty menjadi penting bagi Indonesia sebelum AEOI berlaku. “Daripada uang itu bertebaran di mana-mana, mereka harus diberi fasilitas untuk masuk ke dalam negeri,” katanya.

Sumber : katadata.co.id (10 Mei 2016)
Foto : katadata.co.id




BERITA TERKAIT
 

Negara-negara surga pajak ini siap berbagi informasi perpajakan dengan IndonesiaNegara-negara surga pajak ini siap berbagi informasi perpajakan dengan Indonesia

Direktur Jenderal (Ditjen) Pajak pada telah mengumumkan daftar negara/yurisdiksi partisipan dan yurisdiksi tujuan pelaporan, serta daftar jenis lembaga keuangan nonpelapor, dan jenis rekening keuangan yang dikecualikan. Hal ini dalam rangka pertukaran informasi keuangan yang akan dilaksanakan pada tahun ini.selengkapnya

Indonesia Terima Data Keuangan Wajib Pajak dari 103 Negara Secara OtomatisIndonesia Terima Data Keuangan Wajib Pajak dari 103 Negara Secara Otomatis

Kementerian Keuangan mengumumkan 103 negara di dunia telah menyetujui pertukaran informasi keuangan otomatis terkait pajak atau automatic exchange of financial account information dengan Indonesia.selengkapnya

Merepatriasi Dana Tax Amnesty yang Disembunyikan di Luar Negeri Tak Harus dengan Uang TunaiMerepatriasi Dana Tax Amnesty yang Disembunyikan di Luar Negeri Tak Harus dengan Uang Tunai

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali mempermudah beberapa aturan terkait program pengampunan pajak (tax amnesty). Hal ini merupakan respon dari dinamika yang berkembang di masyarakat.selengkapnya

Ditjen Pajak akan umumkan negara-negara yang wajib CbCR pada MaretDitjen Pajak akan umumkan negara-negara yang wajib CbCR pada Maret

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menegaskan aturan soal kewajiban pelaporan dokumen penetapan harga transfer dengan format baru, khususnya untuk laporan per negara atau Country by Country Report (CbCR) bagi perusahaan atau entitas yang melakukan transaksi afiliasi.selengkapnya

Ditjen Pajak masih mengolah data dari 65 negara yang diterima melalui AEoIDitjen Pajak masih mengolah data dari 65 negara yang diterima melalui AEoI

Hingga saat ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) masih mengolah data yang diterima melalui sistem Automatic Exchange of Information (AEoI). Karena itu, pemerintah belum bisa membeberkannya ke publik. Sejauh ini pemerintah telah menerima data dari 65 negara.selengkapnya

Ditjen Pajak terima informasi keuangan nasabah Indonesia dari 58 negaraDitjen Pajak terima informasi keuangan nasabah Indonesia dari 58 negara

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) telah menerima informasi keuangan nasabah Indonesia dari 58 negara setelah pertukaran data pajak otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI) berlaku akhir September ini.selengkapnya

BERITA TERPOPULER


Istri Ingin Gabung NPWP Suami, Begini CaranyaIstri Ingin Gabung NPWP Suami, Begini Caranya

Pasangan suami-istri bisa memilih menjadi satu kesatuan dalam kewajiban pajak atau sebagai satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Bila sebelumnya istri sudah memiliki NPWP, maka harus dihapuskan dan dialihkan ke suami. Bagaimana caranya?selengkapnya

Ikut Tax Amnesty, Balik Nama Aset Tanah dan Saham Bebas PajakIkut Tax Amnesty, Balik Nama Aset Tanah dan Saham Bebas Pajak

Selain lolos dari sanksi pidana pajak, Wajib Pajak (WP) peserta Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) akan diberikan fasilitas pembebasan pajak penghasilan (PPh) oleh pemerintah. Insentif ini dapat diperoleh jika pemohon melakukan balik nama atas harta berupa saham dan harta tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan.selengkapnya

Pilih Ikut Tax Amnesty atau Pembetulan SPT?Pilih Ikut Tax Amnesty atau Pembetulan SPT?

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi menegaskan, program pengampunan pajak (tax amnesty) bukan merupakan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak (WP). WP berhak untuk memilih pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) dengan aturan main yang berbeda, salah satunya mengenai pengusutan nilai wajar harta.selengkapnya

7 Alasan Rendahnya Kesadaran Masyarakat Bayar Pajak7 Alasan Rendahnya Kesadaran Masyarakat Bayar Pajak

Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak hingga saat ini masih tergolong rendah. Tercatat, hingga saat ini tax ratio Indonesia hanya mencapai kurang 12 persen, lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.selengkapnya

Begini Cara Lapor SPT Pajak Buat Suami Istri yang BekerjaBegini Cara Lapor SPT Pajak Buat Suami Istri yang Bekerja

Anda adalah pasangan suami istri yang bekerja sebagai karyawan dan ingin melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi? Ada cara mudah yang bisa Anda lakukan. Saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (30/3/2016), Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanah Abang Dua, Dwi Astuti memberikan langkahnya. Jika status Anda dan suami atau istriselengkapnya



KATEGORI BERITA :




BERITA TERBARU :


Cara Validasi NIK jadi NPWP untuk SPT Tahunan & Solusinya Jika GagalCara Validasi NIK jadi NPWP untuk SPT Tahunan & Solusinya Jika Gagal

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menargetkan sebanyak 69 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) dapat terintegrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajik (NPWP). Simak cara validasi NIK jadi NPWP jelang pelaporan SPT Tahunan.Hingga 8 Januari 2023, DJP mencatat baru 53 juta NIK atau 76,8 persen dari total target yang baru terintegrasi. Melalui integrasi, nantinya pelayanan dapat lebihselengkapnya

Validasi NIK Jadi NPWP Sebelum Lapor SPT, Begini Caranya!Validasi NIK Jadi NPWP Sebelum Lapor SPT, Begini Caranya!

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menghimbau agar wajib pajak melakukan validasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebelum pelaporan SPT Tahunan 2022. Hal ini sejalan dengan sudah mulai diterapkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022. Dalam PMK yang menjadi aturan turunan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 danselengkapnya

Pandemi Usai, Pemerintah Bakal Tetap Guyur Insentif di Tahun IniPandemi Usai, Pemerintah Bakal Tetap Guyur Insentif di Tahun Ini

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, insentif fiskal yang diberikan tahun 2022 lalu bakal berlanjut di tahun 2023. Stimulus fiskal itu di antaranya insentif pajak penjualan barang mewah ditanggung pemerintah ( PpnBM DTP) untuk sektor otomotif maupun insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti.selengkapnya

Ini sektor usaha tumpuan penerimaan pajak tahun depanIni sektor usaha tumpuan penerimaan pajak tahun depan

Setoran pajak korporasi dalam beberapa tahun ke belakang menjadi tumpuan penerimaan pajak penghasilan (PPh). Seiring pemulihan ekonomi, otoritas pajak mulai mencari sektor usaha yang berpotensi memberikan sumbangsih besar di tahun depan.selengkapnya

Ekonomi mulai pulih, pemerintah akan kurangi insentif pajak secara bertahapEkonomi mulai pulih, pemerintah akan kurangi insentif pajak secara bertahap

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah akan mengurangi insentif pajak secara bertahap seiring dengan perbaikan dan pemulihan ekonomi nasional.selengkapnya

Pelaku industri cermati efek penerapan pajak karbon yang akan diterapkan tahun depanPelaku industri cermati efek penerapan pajak karbon yang akan diterapkan tahun depan

Isu perubahan iklim tak bisa diremehkan oleh siapapun. Pemerintah pun mulai menerapkan pajak karbon pada tahun depan. Para pelaku industri perlu mencermati dampak pengenaan pajak tersebut.selengkapnya

Mayoritas fraksi DPR setuju dengan pajak karbon asalkan dengan tarif ringanMayoritas fraksi DPR setuju dengan pajak karbon asalkan dengan tarif ringan

Pemerintah telah mengusulkan pengenaan pajak karbon kepada Panita Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) Komisi XI DPR.selengkapnya

Target Penerimaan Perpajakan Rp1.510 Triliun di 2022Target Penerimaan Perpajakan Rp1.510 Triliun di 2022

Penerimaan perpajakan 2022 ditargetkan sebesar Rp1.510 triliun dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2022. Nilai ini naik Rp3,1 triliun dari penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2022 yang sebelumnya dibacakan Presiden Jokowi sebelumnya dalam Pidato Kenegaraan pada 16 Agustus 2021.selengkapnya

Jangan Kaget! Plastik dan Minuman Manis Bakal Kena Cukai Tahun DepanJangan Kaget! Plastik dan Minuman Manis Bakal Kena Cukai Tahun Depan

Masyarakat jangan kaget bahwa tahun depan akan ada rencana pengenaan cukai plastik, alat makan dan minum sekali makan, serta cukai minuman manis dalam kemasan pada tahun 2022.selengkapnya

Cukai Plastik dan Minuman Manis Dimulai Tahun Depan?Cukai Plastik dan Minuman Manis Dimulai Tahun Depan?

Ada wacana cukai plastik, alat makan dan minum sekali makan, serta cukai minuman manis dalam kemasan akan diterapkan pada 2022. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah saat Rapat Panja Banggar DPR RI bersama pemerintah, Kamis 9 September 2021.selengkapnya



 
TAGS # :