“Indonesia bisa terjebak utang luar negeri yang besar jika tax amnesty tidak diloloskan DPR. Ini akan jadi tanggung jawab dan beban moral DPR juga karena mereka turut membahas APBN tiap tahun,” jelas Yustinus Prastowo kepada wartawan di Jakarta.

 

Yustinus memaparkan, penundaan maupun pembatalan RUU Tax Amnesty akibat tidak disetujui DPR akan membuat kerugian lebih besar ketimbang dampak positifnya. Selain menurunkan kredibilitas pemerintah, animo dan partisipasi wajib pajak pun akan rendah ke depannya.

 

Selain itu, Indonesia tidak akan bisa menambah basis wajib pajak baru, meskipun era Automatic Exchange of Information (AEoI) diberlakukan pada 2018. Pasalnya, para wajib pajak akan terus melakukan penghindaran kewajibannya dengan berbagai modus sehingga Indonesia sebagai negara tidak akan dapat menambah penerimaan pajak untuk membiayai pembangunan.

 

“Kerugiannya akan besar, kena dua kali, tidak dapat kewajiban pajaknya dan basis pajak baru, kemudian mau tidak mau, pembiayaan pembangunan mengandalkan utang luar negeri atau belanja pembangunan dipangkas terus-terusan,” tegas Yustinus.

 

Tax amnesty, lanjut Yustinus, juga tidak mencederai rasa keadilan, karena justru pengampunan pajak tidak hanya berlaku bagi orang kaya tapi para pengusaha UKM. Dengan ikut serta tax amnesty, para pengusaha UKM yang kebanyakan berasal dari sektor informal bisa masuk ke sistem ekonomi formal untuk kemudian bisa mengakses pembiayaan dari perbankan.

 

Pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan Rony Bako menilai, manfaat dari pengampunan pajak sangat banyak. Uang yang masuk dari tarif tebusan yang dibayarkan wajib pajak bisa menambah modal pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program pendidikan, kesehatan, perumahan dan pembangunan infrastruktur.

 

Sumber : Beritasatu.com/Kunradus Aliandu/Investor Daily (Jakarta/29 Februari 2016)