Saat ini sistem perpajakan kendaraan bermotor di Indonesia masih dihitung berdasarkan kapasitas mesin. Ke depan, dalam rangka menyambut kendaraan ramah lingkungan, sistem perpajakan akan diubah menjadi berbasis emisi karbon CO2.
Pemerintah saat ini memang tengah menggodok aturan dan insentif untuk kendaraan ramah lingkungan. Salah satunya adalah dengan menyiapkan regulasi perpajakan baru yang dihitung berdasarkan emisi yang dikeluarkan kendaraan.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Harjanto, menjelaskan dengan adanya pemberlakuan skema pajak baru diharapkan akan lebih banyak lagi kendaraan ramah lingkungan yang diproduksi di Indonesia.
"Sebelumnya kalkulasi pajak barang mewah dihitung berdasarkan kapasitas mesin. Sekarang tergantung dari emisi. Semakin rendah emisi, artinya lebih rendah pajak barang mewahnya," kata Harjanto dalam acara Gaikindo International Automotive Conference di arena GIIAS (Gaikindo Indonesia International Auto Show) 2018 di ICE, BSD, Tangerang, Selasa (7/8/2018).
Dari presentasi Harjanto diperlihatkan tabel harmonisasi pajak kendaraan yang diperkirakan akan diterapkan di Indonesia. Mulai dari kendaraan bermesin bakar sampai kendaraan listrik diatur Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).
Untuk kendaraan penumpang dengan kapasitas tak lebih dari 10 orang, bermesin 3.000cc ke bawah dengan emisi 150 g/km ke bawah, dikenakan PPnBM sebesar 15 persen. Jenis kendaraan yang sama namun memiliki mesin lebih dari 3.000 cc, maka dikenakan PPnBM 40 persen.
Mobil penumpang kurang dari 10 orang dengan CO2 151-200 g/km dikenakan PPnBM 20 persen untuk mesin 3.000 cc ke bawah dan 40 persen untuk yang mesin 3.000 cc ke atas. Jenis mobil yang sama dengan emisi 201-250 g/km dikenakan PPnBM 25 persen untuk 3.000 cc ke bawah dan 40 persen untuk mesin 3.000 cc ke atas. Kalau mobil jenis yang sama mengeluarkan lebih dari 250 g/km CO2, maka PPnBM-nya mencapai 40 persen untuk mesin 3.000 cc ke bawah dan 50 persen untuk mesin 3.000 cc ke atas.
Kendaraan penumpang van dengan kapasitas lebih dari 10 orang kalau mengeluarkan emisi kurang dari 250 g/km CO2 dikenakan PPnBM 15 persen untuk mesin 3.000 cc kee bawah. Versi mesin 3.000 cc ke atas dikenakan 30 persen PPnBM. Kalau mengeluarkan lebih dari 250 g/km, maka dikenakan PPnBM 20 persen untuk mesin 3.000 cc ke bawah dan 30 persen untuk mesin 3.000 cc ke atas.
Kendaraan komersial, pikap dengan emisi kurang dari 150 g/km dikenakan nol persen PPnBM untuk mesin 3.000 cc ke bawah, sementara untuk mesin 3.000 cc ke atas kalau mengeluarkan emisi kurang dari 150 g/km dikenakan 20 perssen pajak. Kalau mengeluarkan emisi antara 150-200 g/km, pajak yang dikenakan sebesar 5 persen untuk mesin 3.000 cc ke bawah dan 20 persen untuk mesin lebih dari 3.000 cc. Di atas 200 g/km CO2, pajak untuk mesin 3.000 cc ke bawah sebesar 5 persen, dan 30 persen untuk yang di atas 3.000 cc. Sedangkan truk heavy duty untuk semua tipenya tak dikenakan PPnBM.
Masuk ke program LCEV atau Low Carbon Emission Vehicle, jenis kendaraan ini lebih kecil PPnBM-nya. Untuk mobil LCGC tetap tidak dikenakan PPnBM alias 0 persen.
Mobil hybrid atau plug-in hybrid dengan emisi kurang dari 100 g/km digratiskan PPnBM-nya alias 0 persen untuk mesin 3.000 cc ke bawah, 2 persen untuk yang mengeluarkan emisi 101-125 g/km, serta 5 persen untuk yang mengeluarkan 126-150 g/km. Untuk mobil hybrid dengan mesin 3.000 cc ke atas tetap dikenakan PPnBM 20 persen.
Semua tipe kendaraan ethanol 100 atau biodiesel 100 digratiskan PPnBM-nya. Begitu juga untuk semua tipe kendaraan listrik atau hidrogen yang diterapkan 0 persen PPnBM-nya.
Untuk kendaraan CNG atau berbahan bakar gas, dikenakan PPnBM 0 persen untuk mesin 3.000 cc ke bawah dengan emisi di bawah 100 g/km, 2 persen untuk mesin 3.000 cc ke bawah yang mengeluarkan 101-125 g/km, serta 5 persen untuk mesin 3.000 cc ke bawah yang mengeluarkan 126-150 g/km. Sedangkan mobil bermesin CNG yang berkapasitas 3.000 cc ke atas dikenakan PPnBM sebesar 20 persen.
![]() |
"Jika di level saya sudah final, di level Eselon I, tinggal di rapat terbatas antar-menteri nanti akan diputuskan di sana. Jadi secara substansi sudah beres tinggal nanti secara administrasi saja," ujar Harjanto.
"Jadi tahun ini goal ya, dalam waktu dekat. Presiden Joko Widodo juga sudah disampaikan, begitu juga pihak Gaikindo. Presiden juga mengatakan akan memberikan insentif yang lebih baik terhadap industri otomotif," sambungnya.
Sumber : detik.com (Tangerang, 08 Agustus 2018)
Foto : Detik
Dalam upaya memacu ekspor pada sektor industri otomotif, pemerintah melakukan harmonisasi skema Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Penetapan kendaraan mewah nantinya tak lagi berbasis pada ukuran dimensi dan kapasitas mesin lagi melainkan emisi yang dikeluarkan.selengkapnya
Pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM) berdasarkan kapasitas mesin kendaraan membuat harga beberapa model mobil diatas mesin 3.000 Cc dibanderol dengan harga sangat tinggi.selengkapnya
Penerapan cukai emisi dinilai lebih tepat untuk mengurangi emisi kendaraan sekaligus ramah lingkungan. Penerapan harmonisasi Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) lebih tepat untuk harga kendaraan barang mewah.selengkapnya
Rencana pemerintah yang akan memberikan insentif (kelonggaran) PPnBM untuk kendaraan listrik atau rendah emisi karbon mendapat tanggapan dari kalangan pengamat.selengkapnya
Pada 11 Maret 2019, Kementerian Perindustrian mengusulkan kepada legislator terkait aturan pengecualian Pajak Penjualan Barang Mewah atau PPnBM untuk kendaraan bermotor. Usulan itu disampaikan dengan tujuan melecut kehadiran kendaraan ramah lingkungan.selengkapnya
Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto masih terus membahas skema mini tax holiday bagi investor dengan nilai investasi di bawah Rp 500 miliar. Dalam aturan ini, investor dengan nilai investasi di bawah Rp 500 miliar akan diberikan diskon pajak penghasilan (PPh) sebesar 60 persen.selengkapnya
Pasangan suami-istri bisa memilih menjadi satu kesatuan dalam kewajiban pajak atau sebagai satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Bila sebelumnya istri sudah memiliki NPWP, maka harus dihapuskan dan dialihkan ke suami. Bagaimana caranya?selengkapnya
Selain lolos dari sanksi pidana pajak, Wajib Pajak (WP) peserta Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) akan diberikan fasilitas pembebasan pajak penghasilan (PPh) oleh pemerintah. Insentif ini dapat diperoleh jika pemohon melakukan balik nama atas harta berupa saham dan harta tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan.selengkapnya
Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak hingga saat ini masih tergolong rendah. Tercatat, hingga saat ini tax ratio Indonesia hanya mencapai kurang 12 persen, lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.selengkapnya
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi menegaskan, program pengampunan pajak (tax amnesty) bukan merupakan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak (WP). WP berhak untuk memilih pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) dengan aturan main yang berbeda, salah satunya mengenai pengusutan nilai wajar harta.selengkapnya
Anda adalah pasangan suami istri yang bekerja sebagai karyawan dan ingin melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi? Ada cara mudah yang bisa Anda lakukan. Saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (30/3/2016), Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanah Abang Dua, Dwi Astuti memberikan langkahnya. Jika status Anda dan suami atau istriselengkapnya
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menargetkan sebanyak 69 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) dapat terintegrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajik (NPWP). Simak cara validasi NIK jadi NPWP jelang pelaporan SPT Tahunan.Hingga 8 Januari 2023, DJP mencatat baru 53 juta NIK atau 76,8 persen dari total target yang baru terintegrasi. Melalui integrasi, nantinya pelayanan dapat lebihselengkapnya
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menghimbau agar wajib pajak melakukan validasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebelum pelaporan SPT Tahunan 2022. Hal ini sejalan dengan sudah mulai diterapkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022. Dalam PMK yang menjadi aturan turunan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 danselengkapnya
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, insentif fiskal yang diberikan tahun 2022 lalu bakal berlanjut di tahun 2023. Stimulus fiskal itu di antaranya insentif pajak penjualan barang mewah ditanggung pemerintah ( PpnBM DTP) untuk sektor otomotif maupun insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti.selengkapnya
Setoran pajak korporasi dalam beberapa tahun ke belakang menjadi tumpuan penerimaan pajak penghasilan (PPh). Seiring pemulihan ekonomi, otoritas pajak mulai mencari sektor usaha yang berpotensi memberikan sumbangsih besar di tahun depan.selengkapnya
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah akan mengurangi insentif pajak secara bertahap seiring dengan perbaikan dan pemulihan ekonomi nasional.selengkapnya
Isu perubahan iklim tak bisa diremehkan oleh siapapun. Pemerintah pun mulai menerapkan pajak karbon pada tahun depan. Para pelaku industri perlu mencermati dampak pengenaan pajak tersebut.selengkapnya
Pemerintah telah mengusulkan pengenaan pajak karbon kepada Panita Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) Komisi XI DPR.selengkapnya
Penerimaan perpajakan 2022 ditargetkan sebesar Rp1.510 triliun dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2022. Nilai ini naik Rp3,1 triliun dari penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2022 yang sebelumnya dibacakan Presiden Jokowi sebelumnya dalam Pidato Kenegaraan pada 16 Agustus 2021.selengkapnya
Masyarakat jangan kaget bahwa tahun depan akan ada rencana pengenaan cukai plastik, alat makan dan minum sekali makan, serta cukai minuman manis dalam kemasan pada tahun 2022.selengkapnya
Ada wacana cukai plastik, alat makan dan minum sekali makan, serta cukai minuman manis dalam kemasan akan diterapkan pada 2022. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah saat Rapat Panja Banggar DPR RI bersama pemerintah, Kamis 9 September 2021.selengkapnya