PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PMK.03/2018

Selasa 13 Feb 2018 10:41Ridha Anantidibaca 1896 kaliPeraturan Pajak - PPh Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 15/PMK.03/2018

TENTANG

CARA LAIN UNTUK MENGHITUNG PEREDARAN BRUTO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang :

 

  1. bahwa untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau bukti pendukungnya, perlu diatur cara lain untuk menghitung peredaran brutonya dengan Peraturan Menteri Keuangan;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Cara Lain untuk Menghitung Peredaran Bruto;

 

Mengingat :

 

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

MEMUTUSKAN

 

Menetapkan :

 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG CARA LAIN UNTUK MENGHITUNG PEREDARAN BRUTO.

 

Pasal 1

 

Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, atau dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan, yang pada saat dilakukan pemeriksaan diketahui bahwa Wajib Pajak:

  1. tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan; atau
  2. tidak atau tidak sepenuhnya memperlihatkan dan/atau meminjamkan pencatatan atau pembukuan atau bukti pendukungnya, sehingga mengakibatkan peredaran bruto yang sebenarnya tidak diketahui, peredaran bruto Wajib Pajak yang bersangkutan dihitung dengan cara lain.

 

 

                                                                                                Pasal 2

 

Cara lain untuk menghitung peredaran bruto Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 meliputi metode:

  1. transaksi tunai dan nontunai;
  2. sumber dan penggunaan dana;
  3. satuan dan/atau volume;
  4. penghitungan biaya hidup;
  5. pertambahan kekayaan bersih;
  6. berdasarkan Surat Pemberitahuan atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya;
  7. proyeksi nilai ekonomi; dan/atau
  8. penghitungan rasio.

 

Pasal 3

 

(1) Penghitungan peredaran bruto menggunakan metode transaksi tunai dan nontunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dilakukan berdasarkan data dan/atau informasi mengenai penerimaan tunai dan penerimaan nontunai dalam suatu tahun pajak.

(2) Penghitungan peredaran bruto menggunakan metode sumber dan penggunaan dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dilakukan berdasarkan data dan/atau informasi mengenai sumber dana dan/atau penggunaan dana dalam suatu tahun pajak.

(3) Penghitungan peredaran bruto menggunakan metode satuan dan/atau volume sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dilakukan berdasarkan data dan/atau informasi mengenai jumlah satuan dan/atau volume usaha yang dihasilkan Wajib Pajak dalam suatu tahun pajak.

(4) Penghitungan peredaran bruto menggunakan metode penghitungan biaya hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d dilakukan berdasarkan data dan/atau informasi mengenai biaya hidup Wajib Pajak beserta tanggungannya termasuk pengeluaran yang digunakan untuk menambah kekayaan dalam suatu tahun pajak.

(5 Penghitungan peredaran bruto menggunakan metode pertambahan kekayaan bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e dilakukan berdasarkan data dan/atau informasi mengenai kekayaan bersih pada awal dan akhir tahun dalam suatu tahun pajak.

(6) Penghitungan peredaran bruto menggunakan metode berdasarkan Surat Pemberitahuan atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f dilakukan berdasarkan data Surat Pemberitahuan atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya.

(7) Penghitungan peredaran bruto menggunakan metode proyeksi nilai ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf g dilakukan dengan cara memproyeksikan nilai ekonomi dari suatu kegiatan usaha pada saat tertentu pada suatu tahun pajak.

(8) Penghitungan peredaran bruto menggunakan metode penghitungan rasio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf h dilakukan berdasarkan persentase atau rasio pembanding.

 

Pasal 4

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan metode penghitungan peredaran bruto dengan cara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

 

Pasal 5

 

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang sedang dilakukan pemeriksaan serta belum disampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, atas peredaran bruto Wajib Pajak dimaksud dihitung berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

 

Pasal 6

 

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 12 Februari 2018

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

 

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 13 Februari 2018

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

 

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 258



Selengkapnya : DOWNLOAD DISINI




ARTIKEL TERKAIT
 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2018

TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTUselengkapnya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2010

SUMBANGAN PENANGGULANGAN BENCANA NASIONAL, SUMBANGAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, SUMBANGAN FASILITAS PENDIDIKAN, SUMBANGAN PEMBINAAN OLAHRAGA, DAN BIAYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SOSIAL YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTOselengkapnya



ARTIKEL TERPOPULER


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2018

TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTUselengkapnya

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 220/PJ./2002

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BIAYA PEMAKAIAN TELEPON SELULER DAN KENDARAAN PERUSAHAANselengkapnya

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 17/PJ/2015

NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETOselengkapnya

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PMK.03/2010

BIAYA PROMOSI YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTOselengkapnya

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991

KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING)selengkapnya



ARTIKEL ARSIP




ARTIKEL TERBARU :


SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 421/PJ.03/2018

PEDOMAN TERKAIT SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PP NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU YANG DIGANTIKAN DENGAN PP NOMOR 23 TAHUN 2018selengkapnya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2018

TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTUselengkapnya

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PMK.010/2018

PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADANselengkapnya

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PMK.03/2018

TENTANG CARA LAIN UNTUK MENGHITUNG PEREDARAN BRUTOselengkapnya

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 11/PJ/2017

BADAN/LEMBAGA YANG DIBENTUK ATAU DISAHKAN OLEH PEMERINTAH YANG DITETAPKAN SEBAGAI PENERIMA ZAKAT ATAU SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG SIFATNYA WAJIB YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTOselengkapnya

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 01/PJ/2017

PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN ELEKTRONIKselengkapnya

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103/PMK.010/2016

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 159/PMK.010/2015 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADANselengkapnya

KEWAJIBAN PELAPORAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK PENGGUNA E-FAKTUR

KEWAJIBAN PELAPORAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK PENGGUNA E-FAKTURselengkapnya

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 17/PJ/2015

NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETOselengkapnya

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.011/2013

TATA CARA PENGHITUNGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTUselengkapnya



KATEGORI ARTIKEL :


TAGS # :